Pintasan.co, Makassar – Di tengah persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, sejumlah organisasi perempuan dan masyarakat sipil di Sulawesi Selatan menekankan perlunya reformasi mendalam dalam proses demokrasi.
Pada Selasa, 5 November 2024, mereka mengadakan pertemuan untuk menyerukan agar Pilkada bebas dari kekerasan berbasis gender, serta mendukung hadirnya calon pemimpin yang memiliki integritas tinggi, peduli lingkungan, dan memperhatikan kelompok rentan.
Organisasi yang tergabung, seperti YPMP Sulsel, Yasmib, Solidaritas Perempuan Anging Mammiri, LBH APIK, KPI Sulsel, dan YLK Sulsel, bersepakat untuk memperjuangkan demokrasi yang inklusif.
Mereka menyoroti berbagai bentuk kekerasan berbasis gender yang sering muncul di setiap pemilu, seperti intimidasi, diskriminasi terhadap calon perempuan, dan pelecehan seksual.
Suryani, Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Anging Mammiri, menekankan pentingnya perhatian serius terhadap masalah ini.
“Kekerasan berbasis gender dalam pemilu adalah isu mendesak. Kita membutuhkan pemimpin yang tidak korup dan peduli pada isu lingkungan serta kelompok rentan,” ujarnya.
Ani, panggilan akrab Suryani, menambahkan bahwa isu-isu penting yang berkaitan dengan perempuan sering kali terabaikan karena fokus elit politik pada strategi kemenangan.
“Kami hadir untuk memastikan bahwa persoalan ini tidak diabaikan. Ini bukan sekadar dukung-mendukung, melainkan demi masa depan yang lebih baik bagi semua,” katanya.
Organisasi ini juga mengangkat isu krisis iklim yang semakin berdampak pada kehidupan masyarakat, terutama perempuan, lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas.
Mereka menekankan bahwa keadilan lingkungan harus menjadi prioritas.
“Pembangunan yang tidak berkelanjutan, seperti reklamasi, sering kali merugikan kelompok-kelompok rentan ini,” ujar Ani.
Suara perempuan, menurut mereka, harus menjadi perhatian utama bagi calon pemimpin yang terpilih. Mereka berharap agar suara perempuan dan kelompok rentan dapat diperhitungkan dalam kebijakan dan program pembangunan ke depan.
“Kami ingin suara perempuan dan kelompok rentan diakui dalam setiap kebijakan,” pungkas Ani.