Pintasan.co, Jakarta – Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai bentuk protes terhadap kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas di Jalur Gaza, yang mulai berlaku pada Minggu (19/1).

Ben Gvir juga mengumumkan bahwa partainya, Jewish Power, menarik diri dari koalisi pemerintahan yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mempertegas penolakan mereka.

Dia menyebut gencatan senjata tersebut sebagai sebuah “skandal” dan menuduhnya sebagai bentuk “penyerahan diri kepada Hamas.”

Dalam pernyataannya, Ben Gvir menyamakan penghentian serangan Israel di Gaza dengan “pembebasan ratusan pembunuh” dan “pengabaian pencapaian militer” dalam konflik di wilayah tersebut.

Meskipun Ben Gvir dan partainya keluar dari pemerintahan, Netanyahu masih mempertahankan mayoritas tipis di parlemen.

Gencatan senjata antara Israel dan Hamas akhirnya diberlakukan pada Minggu pagi waktu setempat setelah sempat mengalami penundaan selama tiga jam, mengakhiri agresi Israel yang berlangsung sejak Oktober 2023.

“Berdasarkan rencana pembebasan sandera (Hamas), gencatan senjata fase pertama di Gaza akan berlaku pukul 11.15 waktu lokal,” bunyi pernyataan kantor Perdana Menteri Israel pada Minggu (19/1).

Gencatan senjata awalnya dijadwalkan berlaku sekitar pukul 08.15 waktu setempat, namun tertunda sementara Israel tetap melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza.

Gencatan dimulai dengan Hamas menyerahkan tiga warga Israel yang disandera kepada Palang Merah Internasional.

Sebagai bagian dari kesepakatan, Israel kemudian membebaskan 90 tahanan Palestina.

Sejak awal negosiasi, sejumlah menteri dalam pemerintahan Netanyahu, termasuk Ben Gvir, telah menolak perjanjian gencatan senjata.

Beberapa menteri bahkan mengancam mundur dan menarik dukungan partai dari koalisi Netanyahu jika kesepakatan tersebut tetap dilaksanakan.

Baca Juga :  Sekretaris Jenderal PBB Kecam Israel atas Pembatasan Kegiatan UNRWA