Pintasan.co Bandung – Masalah sampah di Kota Bandung kini menjadi perhatian utama yang memerlukan penanganan segera. DPRD mengamati langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam mengatasi isu ini.
Meskipun terdapat berbagai upaya yang telah dilakukan, tantangan tetap ada dan memerlukan solusi efektif.
Ketua DPRD Kota Bandung, Asep Mulyadi, menjelaskan bahwa sorotan terhadap masalah sampah semakin mendalam, terutama terkait dengan kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti yang mengalami overkapasitas. Usaha untuk memperluas area Sarimukti menghadapi berbagai kendala yang menyulitkan.
“Ini kan terkendala dengan Sarimukti yang perlu perluasan ya ada kendala. Ketika bicara soal TPA mau tidak mau itu ranahnya provinsi ya harus menyiapkan tempat,” kata Asep, Senin (21/10/2024).
Asep menegaskan bahwa meskipun penanganan sampah juga merupakan tanggung jawab pemerintah provinsi, pemerintah daerah tetap memiliki kewajiban untuk mengelola sampah secara mandiri.
Ia menekankan pentingnya upaya di tingkat kota untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke Sarimukti.
“Selain provinsi tapi tingkat kota kabupaten mau tidak mau harus memulai mengelola sampah, bukan cuma dikumpulkan dibuang. Di Kota Bandung sudah mulai diupayakan jargon tidak dipilah tidak diangkut,” ungkapnya.
“Jadi kalau belum belum dipilah gak akan diangkut, artinya untuk mendidik masyarakat,” lanjutnya.
Kota Bandung menargetkan untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke Sarimukti menjadi 40 ritase per hari pada tahun 2026, dari 170 ritase yang ada saat ini. Untuk mencapai target tersebut, Asep menyatakan perlunya pemilahan sampah di tingkat wilayah.
“Kami pantau ada upaya dari pemkot untuk terus mengurangi ritase pengiriman sampah, kita punya target hingga 2026 itu 40 ritase saja. Dengan sekarang 170 kalau tidak dilakukan upaya pemilahan sampah di lingkungan akan berat,” ujarnya.
Namun, upaya pemilahan di tingkat wilayah ternyata tidak mudah. Berdasarkan pengamatan DPRD Kota Bandung, terdapat kendala terbatasnya lahan untuk pengelolaan dan pemilahan sampah secara mandiri.
“Kendalanya di lingkungan kita terbatas lahan dan sebagainya untuk mengelola. Di tingkat RW itu idealnya ada pengelolaannya,” tegas Asep.
Asep juga menyoroti jumlah sampah yang dihasilkan dari aktivitas pasar di Kota Bandung. Ia menganggap bahwa pasar harus mampu mengelola sampahnya sendiri mengingat volume sampah yang cukup besar.
Selain pasar, sektor perhotelan dan rumah makan juga diharuskan untuk menerapkan pengelolaan sampah mandiri.
“Memang harus ada upaya seperti tempat bisnis, pasar itu harusnya sudah bisa mengelola sampahnya sendiri. Kalau dari tempat industri lainnya cukup besar, kemudian hotel, itu kan pasti sampah organiknya banyak harus dikelola,” tuturnya.
“Pasar didorong semestinya sampah dikelola mandiri sehingga tidak jadi beban buat pemerintah,” tandasnya.
Dalam konteks ini, Asep menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta untuk mencapai pengelolaan sampah yang lebih baik.
Pendekatan yang lebih terintegrasi dan strategis diperlukan agar Kota Bandung dapat mengatasi tantangan ini dan menjaga kebersihan lingkungan demi kesejahteraan warganya.