Pintasan.co, Bantul – Beberapa orang tua di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, menyoroti insiden keracunan menu makan siang bergizi gratis (MBG) yang muncul di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Sleman.
Warga menginginkan pemerintah bersama Badan Gizi Nasional (BGN) meningkatkan pengawasan terhadap makanan yang dibagikan kepada siswa.
Mereka menilai, tanpa pemeriksaan ketat, menu MBG berpotensi menimbulkan lebih banyak korban keracunan. Jono (44), salah satu wali murid asal Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul, menyatakan kekhawatirannya bahwa kasus serupa bisa meluas ke daerah lain, mengingat belakangan ini kejadian keracunan makanan marak terjadi di berbagai wilayah.
“Sebenarnya saya mendukung program Pak Presiden Prabowo soal MBG itu. Tapi, saya harap, pemerintah juga melakukan pengawasan yang ketat saat proses pemilihan bahan dasar, proses masak, hingga pendistribusian,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, kasus keracunan MBG terbaru terjadi di Berbah Sleman, Rabu (27/8/2025).
Kali ini menimpa siswa dan guru SMP Negeri 3 Berbah. Mereka keracunan diduga setelah mengonsumsi menu Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurut data Dinas Kesehatan, terdapat 137 orang yang mengalami gejala keracunan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sleman, dr. Khamidah Yuliati, menjelaskan bahwa hingga pukul 12.50 WIB pihaknya menerima laporan dugaan keracunan pangan di SMPN 3 Berbah.
Dari 380 orang yang menyantap menu tersebut, 137 di antaranya dilaporkan mengalami gejala keracunan.
Data dari Dinas Kesehatan mencatat sebanyak 137 orang mengalami gejala keracunan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sleman, dr. Khamidah Yuliati, menyampaikan bahwa hingga pukul 12.50 WIB pihaknya menerima laporan dugaan keracunan pangan di SMPN 3 Berbah.
Dari total 380 orang yang mengonsumsi hidangan tersebut, 137 orang di antaranya tercatat menunjukkan gejala keracunan.
Adapun mereka yang bergejala 135 adalah siswa dan 2 orang guru. Korban bergejala langsung mendapatkan penanganan medis.
Merespons dugaan keracunan MBG tersebut, orang tua di Bantul berharap seluruh proses pembuatan dan pendistribusian MBG harus berjalan dengan mengutamakan higienis yang tinggi.
Sebab, ia menilai bahwa kasus keracunan makanan, biasa terjadi dikarenakan ada kontaminasi bakteri dari makanan yang akan didustribusikan.
“Ya saya pengennya, pemerintah ketika memberikan suatu program itu berjalan dengan matang. Artinya, sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya itu benar-benar handal di bidangnya. Jadi, tidak ada lagi yang namanya keracunan makanan,” jelasnya.
Demikian pula dengan, Agus (39), warga Kapanewon Bantul, turut berkomentar bahwa sebenarnya setuju dengan program MBG. Sebab, program itu dapat meningkatkan gizi dan meringankan beban orang tua untuk memberikan sangu kepada anak.
“Tapi selama ini pelaksanaannya terkesan kurang profesional. Sebaiknya, tetap dilaksanakan, tetapi supervisi dilakukan secara ketat dan rutin,” pesannya.
Ia pun menjelaskan bahwa anaknya kerap mendapatkan MBG dengan menu yang kurang sesuai dengan selera anak sekolah.
“Anak saya kan sekolah di salah satu SMP di Jogja. Di bilang selalu dapat MBG. Tapi, menunya kurang sesuai selera anak-anak. Saya juga harap, ke depan tidak hanya kualitas dan higienis makanan saja yang diutamakan, tetapi juga selera makan anak-anak turut diperhatikan,” pintanya.