Pintasan.co, Magelang – Dua pria yang bertugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, diberhentikan karena diduga terlibat dalam praktik politik uang.

Mereka adalah MM, yang menjabat sebagai Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) dan P yang bertugas sebagai anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Mereka diduga membagikan amplop berisi uang senilai Rp25.000 ke 45 rumah warga pada hari Senin, 25 November 2024. Kasus ini sudah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Magelang.

Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, M. Habib Shaleh, menyatakan bahwa keduanya diberhentikan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses pemungutan suara.

“Kami menerima laporan mengenai dugaan pelanggaran ini dan memutuskan untuk memberhentikan mereka,” ujar Habib di kantor Bawaslu, Senin (27/11/2024).

Namun, Habib menegaskan bahwa proses pemungutan suara di TPS tempat mereka bertugas tetap berlangsung lancar sesuai jadwal tanpa ada hambatan.

Posisi mereka telah digantikan oleh petugas lain untuk memastikan kelancaran pemilu. Petugas PTPS digantikan oleh Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD), sementara petugas KPPS diambil alih oleh petugas dari TPS lain.

“Kami memutuskan tugas dari KPPS ini diambil alih oleh PKD atau Panwas Desa karena di jajaran KPU, KPPS nya juga diberhentikan sehingga tugasnya diambil alih oleh KPPS yang lain,” ungkap Habib.

Bawaslu juga mengungkapkan bahwa mereka telah menerima 11 laporan terkait dugaan pelanggaran serupa di 6 kecamatan.

Dari total laporan tersebut, 4 laporan diterima langsung oleh Bawaslu Magelang, sementara 7 laporan lainnya masuk ke tingkat kecamatan.

Bawaslu akan segera mengecek apakah laporan-laporan tersebut memenuhi persyaratan formil dan materil. Jika memenuhi, kasus ini akan diproses lebih lanjut.

“Semuanya terkait money politic. Rentan nominalnya rata-rata Rp 25 ribu dan paling tinggi Rp40 ribu. Selain itu juga ada yang membagi beras atau sembako,” katanya.

Dugaan money politic yang melibatkan pemberian uang maupun sembako kepada masyarakat dapat berisiko pidana, dengan ancaman hukuman hingga 3 tahun penjara dan denda maksimal Rp200 juta sesuai dengan Pasal 187A Undang-Undang Pilkada.

Baca Juga :  Bahlil Membalik Slogan "Suara Golkar, Suara Rakyat"