Pintasan.co, Yogyakarta – Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) terus mendorong peningkatan produksi kelapa sawit melalui perkebunan rakyat.
Meskipun perang dagang dapat mengganggu industri, hal ini tidak dianggap sebagai masalah karena hasil produksi akan lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Direktur Penyalur Dana BPDP, Mohammad Alansyah, menyatakan bahwa langkah ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya memaksimalkan pemanfaatan produk pangan dari Indonesia untuk kepentingan dalam negeri terlebih dahulu.
“Jadi, kita tidak pernah khawatir (dengan perang dagang). Meski produksi kelapa sawit kita meningkat terus,” cetusnya, di sela Konsolidasi dan Workshop Nasional Asosiasi Planters Muda Indonesia (APMI), di Yogyakarta, Rabu (23/4/2025).
Pihak BPDP percaya bahwa produksi kelapa sawit, termasuk yang berasal dari perkebunan rakyat, tetap akan terserap dengan baik.
Contohnya, untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng yang sangat penting bagi masyarakat, serta untuk mendukung program nasional biodiesel yang sudah direncanakan.
“Sehingga, kita sangat berkepentingan untuk terus meningkatkan produksi kelapa sawit, karena memang kebutuhan dalam negerinya juga cukup banyak,” tandas Alansyah.
“Sementara, untuk ekspor itu kan sebenarnya bagian dari, seperti disampaikan Menteri Pertanian, kalau memungkinkan barulah itu diekspor,” urainya.
Ketua Badan Pengurus Pusat (BPP) APMI, Muhammad Nur Fadillah, menegaskan, siap mendukung upaya peningkatan produksi, dengan memprioritaskan hilirisasi di perkebunan rakyat.
Selama ini produksi kelapa sawit dari perkebunan rakyat relatif masih rendah, sekitar 2 – 3 ton crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah.
“Saat ini kami fokus peningkatan produktivitas, sehingga bagaimana caranya meningkatkan produksi di hulu dan produk olahan, agar tidak bergantung pada ekspor,” tegasnya.
Salah satu langkah yang diambil adalah melalui konsolidasi dan workshop nasional untuk mengidentifikasi berbagai kendala yang masih dihadapi.
Industri kelapa sawit yang menyumbang lebih dari 12 persen ekspor nasional dan menyerap 16 juta tenaga kerja, telah menjadi pilar penting bagi perekonomian nasional dan simbol ketahanan energi.
“Tapi, produktivitas dan keberlanjutan perkebunan sawit rakyat yang menguasai 41,6 persen dari 16,38 juta hektare kebun sawit nasional masih jauh dari kata ideal,” pungkasnya.