Pintasan co, Jakarta – Tim kuasa hukum dari Yunadi & Associates, yang dipimpin oleh Dr. Fredrich Yunadi, S.H., LL.M., MBA, bersama tujuh advokat lainnya, secara resmi mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia.

Langkah ini diambil terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam penanganan sebuah sengketa besar.

Laporan ini juga disampaikan kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Tim hukum Yunadi & Associates menyoroti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua Majelis Hakim, Chitta Cahyaningtyas, SH, MH, serta dua anggota majelis lainnya, Abdul Ropik, SH, MH, dan Said Husein, SH, MH.

Selain itu, Panitera Pengganti, Anita Sihombing, SH, MH, juga disebut dalam laporan tersebut. Mereka diduga terlibat dalam tindakan yang tidak etis terkait kasus yang melibatkan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yaitu Bank DKI, dan Waskita Beton Precast (WBPP).

Dalam pernyataannya pada Kamis (17/10/2024), Fredrich Yunadi menjelaskan bahwa pihaknya mewakili para pemegang saham Waskita yang sedang bersengketa dengan Bank DKI.

Sengketa ini melibatkan kasus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang telah diputuskan melalui perdamaian, sebagaimana tertuang dalam akta perdamaian Nomor 67.

“Kami datang ke Komisi Yudisial untuk mencari keadilan atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan,” kata Fredrich.

Yunadi & Associates merujuk pada beberapa pasal dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang diduga telah dilanggar oleh majelis hakim, termasuk di antaranya Pasal 1.5, 1.7, 1.9, 3.1.7, 3.2.6, 5.1.4, 5.2.5, dan 10.4.

Fredrich juga menyoroti pelanggaran asas litispendensi, yakni asas yang melarang adanya dua pengadilan yang menangani perkara yang sama secara bersamaan.

“Sangat jelas bahwa perkara ini tidak boleh ditangani oleh dua pengadilan yang berbeda. Ini melanggar asas hukum yang fundamental,” tegas Fredrich.

Ia juga menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah melanggar kompetensi absolut dengan memeriksa perkara yang seharusnya berada di bawah yurisdiksi Pengadilan Niaga.

Baca Juga :  Tim Sepak Bola UIN Walisongo Berhasil Meraih Juara II dan Penghargaan Fair Play dalam Liga Mahasiswa PTKIN 2024

Kasus ini semakin rumit ketika pihak Bank DKI (Termohon 5) mengajukan gugatan perdata terkait kesepakatan perdamaian yang telah dicapai di Pengadilan Niaga.

Gugatan ini dianggap melanggar asas litispendensi, karena perkara yang sama sedang berjalan di dua proses hukum yang berbeda.

Dalam laporan tersebut, tim kuasa hukum juga mengungkapkan dugaan adanya tindakan-tindakan yang mencurigakan selama persidangan, termasuk sikap majelis hakim yang dinilai tidak netral.

Fredrich menuduh bahwa para hakim menunjukkan keberpihakan dengan membentak-bentak tergugat dan menerima saksi ahli yang tidak memenuhi syarat formal.

“Ada indikasi keberpihakan di sini. Tindakan-tindakan seperti ini menimbulkan banyak kecurigaan,” tambah Fredrich.

Akibat dari dugaan pelanggaran ini, klien Yunadi & Associates mengklaim mengalami kerugian materiil sebesar Rp24,02 miliar dan kerugian inmateriil sebesar Rp18,17 miliar.

Klien lain mereka juga mengalami kerugian sebesar Rp20 miliar dalam bentuk materiil dan Rp17,1 miliar dalam bentuk kerugian inmateriil.

Selain itu, PT Waskita Beton Precast Tbk diperkirakan menderita potensi kerugian negara hingga Rp1,5 triliun akibat kasus ini.

Yunadi & Associates mendesak Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk segera menginvestigasi dugaan pelanggaran etika ini dan memberikan perlindungan hukum bagi klien mereka.

“Hak-hak klien kami harus dipulihkan, dan kami berharap ada keadilan di sini,” ujar Fredrich.

Ia menegaskan bahwa pihaknya akan menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan kepada pihak berwenang, seperti Komisi Yudisial dan Badan Pengawas.

“Kami tidak bisa memberikan komentar lebih lanjut. Ini adalah tugas KY dan Bawas untuk menyelidiki lebih dalam,” tutupnya.