Pintasan.co, Yogyakarta – Pemerintah Kota Yogyakarta menargetkan penurunan angka prevalensi stunting hingga di bawah 10 persen. Menurut data Pemantauan Permasalahan Gizi Balita (PPGB) yang tercatat dalam Jogja Smart Service (JSS) per 20 Mei 2025, prevalensi stunting tercatat sebesar 10,49 persen, wasting (kondisi kurus akibat gizi kurang) sebesar 5,77 persen, dan underweight (berat badan kurang hingga sangat kurang) sebesar 11,58 persen.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, menyatakan bahwa Pemkot tengah melakukan berbagai langkah untuk menekan angka stunting hingga di bawah 10 persen.

Upaya tersebut mencakup keterbukaan data stunting yang dapat diakses oleh seluruh perangkat daerah, serta pelibatan lintas sektor dalam pencegahan dan penanganan kasus stunting.

“Target dari Pak Wali Kota menjadi satu digit atau di bawah 10 persen. Karena di Bali bisa di bawah 10 persen. Target stunting secara nasional 18 persen,” tandasnya, Minggu (15/6/25).

Dinkes Kota Yogyakarta mencatat, sebaran stunting terjadi di sejumlah kelurahan, antara lain di Kelurahan Pringgokusuman, Baciro, Ngupasan, Purbayan, Prengan, Kotabaru, Notoprajan, Patehan, Wirogunan, dan Mantrijeron. 

Sedangkan sebaran wasting antara lain di Kelurahan Cokrodiningratan, Gowongan, Tegalrejo, Demangan, Klitren, Rejowinangun, Tegalpanggung, dan Suryodiningratan

“Kemudian, untuk underweight antara lain di Kelurahan Giwangan, Sorosutan, Karangwaru, Prawirodirjan, Patangpuluhan, Bener. Warungboto, Pandeyan, Brontokusuman dan Sosromenduran,” jelasnya.

Emma menjelaskan bahwa intervensi stunting yang dilakukan oleh instansinya, khususnya melalui intervensi spesifik di sektor kesehatan, berkontribusi sekitar 30 persen terhadap penanganan stunting. Contoh upayanya antara lain pemberian makanan tambahan dengan anggaran sekitar Rp72,8 juta per kelurahan, serta pemantauan kondisi kesehatan remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, ibu melahirkan, dan bayi.

“Sementara, intervensi sensitif atau faktor luar atau tidak langsung, memiliki pengaruh 70 persen terhadap stunting. Faktor luar ada lingkungan dan makanan,” tandasnya.

“Makanya, penanganannya harus keroyokan sesuai tupoksi masing-masing. Melibatkan wilayah kelurahan, kemantren, puskesmas dan TPK (Tim Pendamping Keluarga),” urai Emma. 

Baca Juga :  Dampak Positif dan Tantangan dalam Pemberantasan Gizi Buruk di Indonesia