Pintasan.co, Banyuwangi – Berbagai daerah di Jawa Timur menggelar tradisi khas penuh makna menyambut tahun baru Islam. Di Banyuwangi, ada satu tradisi sakral yang tetap lestari dan dinanti warga, yaitu tradisi baritan, yang digelar setiap malam 1 Muharram atau tahun baru Hijriah. Di tahun 2025 ini, tanggal 1 Muharram dan awal tahun baru Hijriah akan terjadi pada tanggal 27 Juni 2025.

Ritual ini bukan hanya bagian dari budaya, melainkan simbol spiritualitas dan kekompakan masyarakat.

Banyuwangi, sebagai salah satu daerah yang kaya akan tradisi dan budaya lokal, memiliki berbagai upacara adat yang masih lestari hingga saat ini. Salah satu tradisi yang masih dijaga dan terus dilakukan oleh masyarakat pesisir adalah Tradisi Baritan . Tradisi ini bukan sekadar ritual tahunan, namun sarat makna spiritual, sosial, dan ekologis yang mencerminkan kearifan lokal masyarakat Banyuwangi, khususnya di wilayah pesisir seperti Kecamatan Muncar. Lalu seperti apa sebenarnya tradisi Baritan? Apa saja prosesi dan makna di baliknya? Berikut ulasan selengkapnya.

Apa Itu Tradisi Baritan?


Tradisi Baritan merupakan ritual tolak bala atau selamatan laut yang dilaksanakan oleh masyarakat pesisir, terutama para nelayan. Kata “Baritan” berasal dari kata “barat” atau “barat-an”, yang dalam konteks budaya Jawa memiliki arti selamatan atau permohonan keselamatan. Dalam pelaksanaannya, tradisi ini dilakukan dengan mengadakan doa bersama, sedekah laut, dan menyajikan berbagai jenis makanan yang dibawa oleh warga ke lokasi pelaksanaan acara.

Tradisi ini biasanya diadakan secara kolektif oleh masyarakat desa, khususnya di desa-desa pesisir seperti Kedungrejo, Tembokrejo, atau Muncar yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan.

Prosesi Tradisi Baritan


Prosesi Baritan biasanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu dalam setahun, seringkali menjelang musim melaut atau saat memasuki bulan-bulan tertentu dalam kalender Jawa atau Hijriyah. Berikut ini adalah tahapan umum dalam prosesi tradisi Baritan:

Doa Bersama
Prosesi diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama atau sesepuh desa. Doa tersebut dipanjatkan untuk memohon keselamatan, kelancaran rezeki, dan menjauhkan dari bencana saat melaut.

Penyajian Tumpeng dan Ubo Rampe
Warga membawa berbagai makanan khas, seperti tumpeng , lauk pauk, hasil bumi, dan jajanan tradisional, yang dikemas rapi sebagai bentuk sedekah bumi. Makanan ini Ditempatkan di atas tikar panjang dan dinikmati bersama setelah doa selesai.

Baca Juga :  Menkeu: Bukan UKT, Kampus Efisiensi Anggaran ATK-Seremonial

Sedekah Laut
Dalam beberapa prosesi, masyarakat juga mengarak sesaji ke tengah laut dan melarungnya sebagai simbol penyerahan diri kepada kekuasaan Tuhan dan penghormatan terhadap laut sebagai sumber penghidupan. Biasanya yang dilarung adalah kepala kambing atau hasil bumi tertentu.

Pagelaran Seni Budaya
Setelah prosesi utama, seringkali acara dilanjutkan dengan pertunjukan seni tradisional seperti janger , hadrah , atau kuntulan sebagai bentuk rasa syukur dan hiburan masyarakat.

Makna dan Nilai Tradisi Baritan
Tradisi Baritan memiliki makna yang sangat dalam dan mencerminkan filosofi hidup masyarakat Banyuwangi:

  • Makna Spiritual : Sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan perlindungan kepada Allah SWT, serta sebagai wujud keharmonisan antara manusia dan alam.
  • Makna Sosial : Tradisi ini mempererat silaturahmi antarwarga, menciptakan kebersamaan, gotong royong, dan saling peduli dalam kehidupan bermasyarakat.
  • Makna Ekologis : Mengingatkan masyarakat untuk menjaga laut sebagai sumber kehidupan. Tradisi ini sering dibarengi dengan himbauan untuk tidak membuang sampah ke laut dan menjaga kebersihan pantai.

Pelestarian Tradisi di Tengah Modernisasi


Di tengah arus modernisasi dan perubahan zaman, tradisi Baritan tetap menjadi bagian penting dalam identitas budaya masyarakat Banyuwangi. Pemerintah daerah bersama tokoh adat dan masyarakat terus mendorong pelestarian tradisi ini agar tidak hilang ditelan waktu. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, Baritan juga diangkat sebagai bagian dari agenda pariwisata budaya daerah, menarik wisatawan yang ingin melihat langsung kearifan lokal masyarakat nelayan.

Tradisi Baritan bukan sekadar ritual adat, namun merupakan cerminan dari kehidupan yang selaras antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Di tengah geliat zaman, menjaga dan melestarikan tradisi seperti Baritan berarti merawat akar budaya dan memperkuat identitas bangsa dari tingkat lokal. Banyuwangi, lewat tradisi ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai luhur budaya dapat tetap hidup seiring dengan kemajuan.

Jika kamu ingin versi ini dijadikan brosur budaya, teks narasi dokumenter, atau artikel majalah, aku bisa membantu menyesuaikan.