Pintasan.co, Jakarta – Digitalisasi sistem perpajakan di Indonesia semakin maju dengan kehadiran AI Coretax, sebuah sistem berbasis kecerdasan buatan (AI) dan big data yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Teknologi ini diharapkan dapat memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas dalam mendeteksi serta mencegah penggelapan pajak.
Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Dr. Taufiqurokhman, A.Ks, S.Sos, S.H, M.Si, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dalam Orasi Ilmiah dengan tema “Pemerintahan Digital: Dampak Kualitas Layanan Elektronik terhadap Kepercayaan dan Kepuasan Publik dalam Pelayanan Publik Berbasis E-Government” yang digelar pada Kamis (27/2/2025).
“Governansi digital dalam perpajakan bukanlah sekadar konsep, melainkan sudah menjadi kebutuhan. Dengan teknologi seperti AI Coretax, big data, blockchain, dan sistem cloud, DJP dapat melakukan pengawasan yang lebih cepat dan tepat serta mempercepat audit yang berbasis risiko,” kata Prof. Taufiqurokhman.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Taufiqurokhman menjelaskan lima pilar utama yang mendukung transformasi digital dalam perpajakan:
- Kebijakan & Regulasi Digital – Merancang standar hukum untuk penerapan teknologi dalam perpajakan.
- Transparansi & Akuntabilitas – Memastikan keterbukaan data demi mencegah penggelapan pajak.
- Keamanan & Privasi Data – Melindungi data wajib pajak dari potensi penyalahgunaan.
- Infrastruktur Teknologi – Memaksimalkan penggunaan AI, big data, dan blockchain untuk pengawasan pajak.
- Manajemen Risiko & Kepatuhan – Menggunakan AI untuk mendeteksi pola penghindaran pajak secara otomatis.
Untuk memastikan implementasi AI Coretax berjalan dengan baik dan sesuai peraturan, pemerintah telah menetapkan berbagai regulasi yang mendasarinya.
Regulasi implementasi AI Coretax:
- Undang-Undang Perpajakan
- UU No. 6 Tahun 1983 (jo. UU No. 16 Tahun 2009) Pasal 35A memungkinkan DJP mengakses data keuangan wajib pajak, memberi dasar bagi AI Coretax untuk menganalisis transaksi dan mendeteksi penggelapan pajak secara legal.
- Pasal 39 UU KUP mengatur sanksi bagi wajib pajak yang melaporkan data tidak benar, yang memungkinkan AI Coretax mengenali transaksi mencurigakan dan memberi peringatan kepada DJP.
- Regulasi Teknologi Digital dalam Perpajakan
- UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE (jo. UU No. 19 Tahun 2016) mengakui dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum, memberi AI Coretax dasar hukum untuk menindak penggelapan pajak.
- UU No. 7 Tahun 2021 (UU HPP) memberikan izin bagi DJP untuk menggunakan teknologi digital dalam pemeriksaan pajak, yang memungkinkan penerapan AI Coretax dalam audit berbasis big data analytics.
- Regulasi Anti-Penggelapan Pajak
- UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU memberi kewenangan pada DJP untuk meminta data keuangan dari lembaga perbankan, yang memungkinkan AI Coretax menghubungkan data perpajakan dengan laporan transaksi mencurigakan dari PPATK.
- Regulasi Perlindungan Data
- UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) menjamin perlindungan data wajib pajak, yang memaksa AI Coretax untuk mematuhi regulasi keamanan data demi melindungi privasi wajib pajak.
Prof. Taufiqurokhman juga menekankan pentingnya penerapan AI Coretax yang berbasis pada regulasi dan dilakukan secara bertahap. Beberapa langkah strategis yang dapat diambil antara lain:
- E-Faktur & e-SPT: AI Coretax dapat melakukan verifikasi otomatis terhadap transaksi pajak.
- Big Data Analytics: Menggunakan data keuangan untuk menganalisis pola kepatuhan pajak.
- Blockchain Tax Auditing: Meningkatkan transparansi dalam pencatatan transaksi perpajakan.
- AI-Based Risk Assessment: Mengidentifikasi wajib pajak yang berisiko tinggi.
- Open Data Portal Pajak: Meningkatkan keterbukaan data perpajakan untuk membangun kepercayaan publik.
“Dengan sistem ini, DJP dapat lebih efektif dalam menindak pengemplang pajak, sekaligus meningkatkan penerimaan negara,” kata Prof. Taufiqurokhman.
Secara keseluruhan, penerapan AI Coretax dan sistem governansi digital dapat meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam sistem perpajakan.
Dasar hukum yang kokoh memungkinkan pemanfaatan AI dan big data secara sah tanpa melanggar hak privasi wajib pajak.
Apabila diterapkan dengan benar, AI Coretax akan sangat membantu DJP dalam memaksimalkan penerimaan pajak dan mencegah penggelapan pajak secara sistematis.
“Teknologi digital dalam perpajakan bukan hanya inovasi, tetapi juga kebutuhan mendesak untuk meningkatkan efektivitas sistem perpajakan dan memperkuat kepercayaan publik,” tutup Prof. Taufiqurokhman.