Pintasan.co, Jakarta – Fodor’s, penerbit panduan perjalanan terkenal asal Amerika Serikat, baru-baru ini memasukkan Bali dalam daftar destinasi yang sebaiknya dihindari oleh wisatawan pada tahun 2025.

Alasan utama yang disampaikan adalah dampak negatif dari “overtourism” atau pariwisata berlebihan, yang menyebabkan pembangunan yang pesat dan tidak terkendali.

Hal ini telah merusak habitat alami Bali, mengikis warisan lingkungan dan budaya setempat, serta menciptakan masalah sampah plastik yang parah.

Dalam keterangan resmi yang dilansir pada Kamis (21/11/2024), Fodor’s menyebutkan bahwa overtourism terjadi ketika jumlah wisatawan yang datang melebihi kapasitas destinasi tersebut.

Meskipun tujuan daftar ini bukan untuk memboikot tempat-tempat wisata, melainkan untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak pariwisata yang tidak berkelanjutan, Fodor’s ingin menyoroti masalah-masalah yang ditimbulkan, seperti kerusakan lingkungan, tekanan sosial terhadap penduduk lokal, dan kurangnya infrastruktur yang memadai.

Daftar yang dirilis terbagi dalam dua kategori: Perennial no list yang berisi destinasi yang sering muncul dalam daftar ini, dan Destinations beginning to suffer yang berisi tempat-tempat yang mulai merasakan dampak negatif dari pariwisata massal.

Bali menghadapi masalah lingkungan yang serius

Bali, dengan lebih dari lima juta wisatawan yang datang pada tahun 2023, menghadapi masalah serius akibat pariwisata berlebihan.

Meskipun angka ini menunjukkan pemulihan pariwisata setelah pandemi Covid-19 dan memberikan dorongan pada ekonomi setempat, namun dampak terhadap infrastruktur Bali sangat besar.

Koalisi Bali Partnership, yang terdiri dari akademisi dan LSM yang fokus pada pengelolaan sampah, mencatat bahwa Bali menghasilkan sekitar 1,6 juta ton sampah setiap tahun, dengan hampir 303.000 ton di antaranya adalah sampah plastik.

Ironisnya, hanya sekitar 48 persen dari sampah yang dikelola dengan benar, dan hanya 7 persen yang didaur ulang. Dampaknya, banyak sampah yang mencemari pantai-pantai terkenal seperti Kuta dan Seminyak.

Baca Juga :  Teras Malioboro 1, Pusat Belanja Barang-Barang Khas Kota Jogja

Selain masalah sampah, pariwisata berlebihan juga memperburuk hubungan antara wisatawan dan masyarakat lokal, yang sering kali merasa tidak dihargai.

Kristin Winkaffe, seorang pakar perjalanan berkelanjutan di Asia Tenggara, menegaskan bahwa tanpa perubahan yang signifikan, Bali berisiko kehilangan tidak hanya keindahan alamnya, tetapi juga identitas budayanya. Bali sebelumnya juga masuk dalam daftar yang sama pada tahun 2020.

Dengan semakin besarnya tekanan yang dihadapi Bali, Fodor’s mengajak wisatawan untuk mempertimbangkan dampak pariwisata yang tidak berkelanjutan dan berpikir lebih bijak tentang destinasi yang mereka pilih untuk dikunjungi.