Pintasan.co, Jakarta – Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Ujang Komarudin, menyoroti masalah rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan (SDM) buruh sebagai faktor utama yang membuat pekerja Indonesia kesulitan bersaing di perusahaan berteknologi tinggi.

Dalam diskusi yang dipublikasikan oleh kanal Officialinews, Ujang menjelaskan bahwa pelatihan konvensional saat ini belum mampu menjawab kebutuhan revolusi industri 4.0.

“Buruh kita banyak yang pendidikan formalnya masih minim, sehingga saat memasuki dunia kerja di sektor hi-tech, mereka kerap tertinggal,” ujarnya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Ujang memaparkan inisiatif pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melalui dua program pendidikan vokasi: Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat.

Kedua lembaga ini dirancang selama lima tahun ke depan untuk meluluskan tenaga kerja terampil yang siap mengisi lapangan industri baru.

“Sekolah Garuda akan fokus pada keahlian digital dan teknis, sementara Sekolah Rakyat membekali buruh dengan skill praktis sesuai kebutuhan daerah,” tambah Ujang.

Namun, Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Johanes Dartha Pakpahan, menyatakan keberatan.

Menurutnya, Indonesia belum memiliki peta sektor unggulan yang jelas sehingga sulit menentukan jenis pendidikan dan kompetensi apa yang paling dibutuhkan.

“Sampai sektor prioritas kita tidak terdefinisi dengan baik, program pelatihan akan berjalan di tempat,” kata Johanes.

Kontroversi ini menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah, kalangan industri, dan perwakilan buruh dalam merancang kurikulum vokasi yang relevan.

Ujang sendiri menegaskan bahwa pemerintah terbuka terhadap masukan serikat, agar Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat benar-benar mampu mencetak SDM unggul yang mendukung visi industrialisasi nasional.

Baca Juga :  Putri Zulkifli Hasan Sebut Revisi UU Minerba Buka Peluang Lebih Besar untuk Koperasi dan UKM