Pintasan.co, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, mengimbau pemerintah daerah agar bijak dalam menetapkan kebijakan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Ia mengingatkan para pimpinan daerah untuk tidak terjebak dalam kebijakan yang hanya berfokus pada kepentingan populis yang dapat berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Agenda kita yang paling dekat dan membutuhkan perhatian kita semua adalah pelaksanaan pilkada serentak serta penetapan UMP provinsi dan UMP kabupaten/kota,” kata Budi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 2024, pada Kamis (7/11/2024).
Budi menegaskan bahwa menetapkan UMP dengan angka yang terlalu tinggi atau tidak sejalan dengan kondisi ekonomi bisa membawa risiko, termasuk menghambat perekrutan tenaga kerja baru dan membuat perusahaan enggan mematuhi peraturan ketenagakerjaan.
“Terkait penetapan UMP, UMK, keputusan ini perlu dipertimbangkan dengan cermat agar tidak terjebak kepada kebijakan yang populis. UMP yang terlalu tinggi atau tidak rasional ini bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi, menurunkan rekrutmen tenaga kerja baru, mendorong pekerja ke sektor informal, dan ujung-ujungnya menyebabkan ketidakpatuhan terhadap peraturan yang dilakukan oleh setiap perusahaan,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Budi juga mengarahkan kepala daerah agar melakukan perencanaan menyeluruh dalam persiapan pilkada serentak, dengan langkah-langkah kontingensi untuk mengantisipasi segala risiko yang mungkin timbul.
“Terkait dengan pilkada serentak, kita semua berharap agar pesta demokrasi betul-betul bisa berjalan dengan aman, lancar, dan damai. Untuk itu, kami mengusahakan kepada setiap kepala daerah agar melakukan perencanaan dengan detail dan sebaik-baiknya,” ucapnya.
“Gunakan kontigensi plan untuk mengantisipasi setiap risiko yang berpotensi muncul, jangan sampai kita terdadak atau panik oleh perkembangan situasi di luar kendali kita,” tambahnya.
Di sisi lain, kelompok buruh melalui Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menginginkan kenaikan UMP 2025 sebesar 8-10 persen, yang menurut mereka didasarkan pada besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi saat ini.
Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan bahwa usulan ini rasional mengingat inflasi berada di angka 2,5 persen, dan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1 persen.
“8 persen sampai 10 persen, kan (ada variabel) inflasi, pertumbuhan ekonomi. Inflasi kan sekitar 2,5 persen, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1 persen. Berarti 7,6 persen. Kita udah nombok kemarin 1,3 persen. Berarti kan hampir 8,9 persen. Itu logis loh itu,” ungkap Iqbal.
Lebih lanjut, Iqbal menyebut bahwa penetapan upah minimum perlu mempertimbangkan kebutuhan hidup layak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, Iqbal mengisyaratkan potensi mogok nasional, meskipun kelompok buruh masih menunggu keputusan pemerintah mengenai kenaikan UMP pada 21 November 2024 mendatang.
Ia juga menambahkan bahwa selain UMP, penentuan upah minimum sektoral akan turut diperhatikan dalam diskusi antara pemerintah, pemberi kerja, dan perwakilan buruh.
“Kalau itu tidak terpenuhi, kita akan lihat. Kan bisa komprominya masih ada upah minimum sektoral. Nanti kita diskusi. Tapi kata mahkamah, tetap harus memasukkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks tertentunya, itu tergantung rundingan. Bisa beda-beda loh tiap daerah,” tandasnya.