Pintasan.co, Jakarta – Tenaga medis di Jalur Gaza saat ini bekerja dalam kondisi yang sangat kritis akibat kekurangan obat-obatan dan pasokan medis yang parah, disertai dengan gangguan listrik dan minimnya bahan bakar untuk mengoperasikan peralatan medis. Hal ini disampaikan Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) dalam pernyataan resminya pada Sabtu.
Juru Bicara UNICEF, Kazem Abu Khalaf, menyatakan melalui situs resmi lembaga tersebut bahwa situasi di Gaza semakin memburuk dan berisiko berkembang menjadi krisis kemanusiaan jangka panjang jika tidak segera ditangani.
“Kaami tidak meminta hal-hal yang mustahil. Kami meminta penerapan hukum internasional, yang menjamin hak warga sipil atas pelayanan kesehatan, kehidupan, dan kebebasan bertindak,” ujar Abu Khalaf.
Ia mengungkapkan bahwa anak-anak, perempuan, dan lansia dengan kondisi kesehatan kritis meninggal setiap hari karena tidak mendapatkan akses medis yang memadai.
Abu Khalaf menegaskan bahwa pengiriman bantuan kemanusiaan saja tidak akan cukup untuk mengatasi situasi ini.
Ia mendorong penerapan strategi menyeluruh, termasuk pemulihan ekonomi lokal, stabilisasi jalur perbatasan, serta pembukaan akses untuk pasokan bahan bakar dan kebutuhan medis secara berkelanjutan.
Menurutnya, sistem layanan kesehatan di Gaza hampir sepenuhnya lumpuh akibat serangan udara Israel yang terus berlangsung dan blokade yang diberlakukan sejak lama.
Dari total 36 rumah sakit yang ada sebelum perang dimulai, kini hanya tersisa 18 yang masih beroperasi, dan itu pun sebagian besar bekerja dengan kapasitas di bawah 50 persen.
UNICEF juga mencatat bahwa lebih dari 10.500 warga Palestina yang mengalami luka serius harus segera dievakuasi ke luar Gaza untuk menjalani pengobatan. Namun, saat ini hanya dua pasien yang diizinkan keluar setiap harinya.
“Dengan hitungan ini akan memakan waktu lebih dari 13 tahun untuk mengevakuasi semua orang yang membutuhkan perawatan mendesak,” tegas Abu Khalaf.