Pintasan.co, Jakarta Sebuah peristiwa penolakan pembayaran tunai yang dialami seorang nenek saat membeli sepotong roti di sebuah toko menjadi viral dan menuai perhatian publik.

Menanggapi kejadian tersebut, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menilai perlunya peran aktif Bank Indonesia dalam meningkatkan edukasi kepada masyarakat terkait penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.

Said menegaskan bahwa rupiah merupakan mata uang nasional yang memiliki kedudukan hukum jelas dan sah digunakan dalam setiap transaksi di wilayah Indonesia.

Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Ia menekankan bahwa tidak ada pihak yang dibenarkan menolak pembayaran menggunakan rupiah dalam transaksi domestik.

Menurutnya, penolakan terhadap penggunaan mata uang nasional dapat berimplikasi hukum.

Said menjelaskan bahwa merchant atau penjual yang menolak pembayaran dengan rupiah dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal satu tahun dan denda hingga Rp200 juta.

Ia mengingatkan agar para pelaku usaha tidak serta-merta meniadakan opsi pembayaran tunai hanya karena mengedepankan layanan transaksi digital.

Selama belum ada perubahan regulasi, penggunaan uang tunai tetap wajib diterima di Indonesia.

Sebagai perbandingan, Said menyebut sejumlah negara maju seperti Singapura masih memberikan layanan pembayaran tunai meskipun sistem transaksi non tunai telah berkembang pesat. Hal serupa juga diterapkan di banyak negara lainnya.

Said menegaskan bahwa pemerintah dan DPR mendukung penggunaan sistem pembayaran non tunai, namun menilai opsi pembayaran tunai tetap harus tersedia bagi masyarakat.

Hal ini penting mengingat belum semua wilayah di Indonesia terjangkau layanan internet dan tingkat literasi keuangan masyarakat yang masih perlu ditingkatkan.

Ia kembali menegaskan harapannya agar Bank Indonesia memperkuat sosialisasi kepada pelaku usaha dan menindak tegas pihak yang menolak penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.

Baca Juga :  PDIP: Akan Patuhi Putusan MK soal Penghapusan Presidential Threshold