Pintasan.co, JakartaWakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menyampaikan pandangan kritis terkait kinerja lembaganya saat rapat dengan Komisi III DPR RI. Dalam acara yang berlangsung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2024), Alex secara terbuka mengakui bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami tantangan besar. Ia menyatakan, saat ini KPK tidak lagi memiliki kekuatan yang cukup untuk menakut-nakuti pelaku korupsi.

“Relasi antara Komisi III dengan KPK saya kira baik-baik saja, tidak ada masalah di situ. Namun, masalah pemberantasan korupsi kita sampai saat ini, saya harus jujur mengatakan, saya merasa gagal. Saya tak ragu mengakui hal tersebut,” ujar Alex dalam diskusi publik yang diselenggarakan Komisi III.

Pernyataan ini dilatarbelakangi oleh berbagai keluhan yang diterima Alex, baik dari kalangan masyarakat maupun dunia usaha, mengenai melemahnya peran KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Banyak yang merasa KPK kehilangan taringnya, sehingga para pelaku korupsi tidak lagi takut terhadap ancaman hukum yang ada. Bahkan, menurutnya, di sektor swasta, praktik suap dan gratifikasi masih menjadi cara untuk mempercepat perizinan.

“Banyak indikator yang menunjukkan melemahnya upaya pemberantasan korupsi. Salah satunya adalah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, yang kembali ke titik rendah. Saat ini, IPK kita ada di angka 34, angka yang sama dengan ketika pertama kali saya masuk KPK sembilan tahun lalu,” ungkap Alex.

Indeks Persepsi Korupsi adalah salah satu ukuran utama yang digunakan untuk menilai sejauh mana suatu negara berhasil memerangi korupsi. Angka tersebut menunjukkan bahwa meski ada upaya yang dilakukan oleh KPK dan lembaga lain, korupsi di Indonesia masih sangat mengakar dan sulit diberantas.

Alex juga menceritakan pengalamannya berdialog dengan masyarakat di berbagai daerah yang menyoroti betapa korupsi sudah kembali menjadi “hal biasa”. Banyak yang berpendapat bahwa saat ini, praktik-praktik korupsi terjadi di berbagai lini kehidupan, baik di sektor publik maupun swasta.

Baca Juga :  Harapan Gus Ubaid Agar Hasto Kristiyanto Legowo Jadi Tersangka

“Orang bilang, sekarang ini tidak ada lagi rasa takut untuk korupsi, baik di kalangan pejabat maupun pengusaha. Saya dengar dari banyak teman di daerah, bahkan dari sektor swasta, mereka mengatakan hal yang sama. Proses perizinan tidak akan keluar jika tidak ada uang pelicin,” katanya menambahkan.

Alex kemudian mengingatkan bahwa masalah korupsi bukan hanya tanggung jawab KPK semata, melainkan tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Ia menegaskan bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan melalui kolaborasi yang lebih luas, melibatkan berbagai pihak.

“Ini adalah persoalan kita semua. KPK mungkin ditunjuk sebagai leading sector dalam undang-undang, tetapi kita tidak bisa bekerja sendiri. Kami membutuhkan dukungan dari semua pihak. Pemberantasan korupsi adalah masalah yang sangat serius, dan kita harus bekerja sama untuk menanganinya,” tegas Alex.

Alex juga tak segan untuk mengkritisi berbagai kebijakan dan kejadian yang menurutnya tidak mendukung pemberantasan korupsi. Namun, ia juga mengakui bahwa KPK tidak mungkin menyelesaikan persoalan ini sendirian.

“Maaf jika belakangan saya terdengar lebih kritis. Saya harus bersuara tentang banyak hal yang saya anggap tidak benar. Tapi, sekali lagi, KPK tidak bisa diharapkan menyelesaikan ini sendiri. Harapan yang terlalu tinggi kepada KPK hanya akan menimbulkan kekecewaan. Ini harus menjadi kerja bersama dalam membangun kolaborasi yang efektif untuk memberantas korupsi,” tutupnya.

Pernyataan terbuka Alex ini memberikan gambaran bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam upaya memerangi korupsi. Meski KPK tetap berperan penting, kerja sama dengan semua elemen masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha menjadi kunci untuk mencapai perubahan nyata.