Pintasan.co, Umbulharjo – Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk mewujudkan “Jogja Zero Gepeng” melalui penanganan serius terhadap gelandangan, pengemis, dan pengamen (gepeng). Hal tersebut disampaikan saat memimpin Apel Pilar Sosial dalam rangka Jogja Zero Gepeng Tahun 2025 di Grha Pandawa, Balai Kota Yogyakarta, Minggu (28/9).

Dalam kesempatan itu, Hasto mengingatkan agar peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Yogyakarta tidak hanya menjadi perayaan seremonial, melainkan momentum perubahan.

“HUT Kota itu jangan hanya jadi pesta. Ini harus menjadi titik balik, momentum perubahan untuk menjadikan kota kita lebih tertata, lebih manusiawi, dan lebih baik ke depan,” ujarnya.

Hasto menekankan bahwa persoalan gelandangan tidak boleh dibiarkan berlarut. Ia menyebut Pemkot harus melakukan pendataan menyeluruh sekaligus merumuskan solusi.

“Gelandangan itu harus kita urus. Harus didata, mengapa bisa jadi gelandangan, mengapa tidak punya rumah, dan nanti solusinya bagaimana. Dinas Sosial bisa memberikan jawaban atas itu. Setelah diurus, kita harus berani moratorium. Jangan sampai muncul gelandangan baru terus-menerus,” tegas Hasto.

Hal yang sama juga berlaku bagi pengamen. Berdasarkan data Pemkot, terdapat 53 orang pengamen dalam 23 kelompok. Menurut Hasto, jumlah tersebut harus dikelola dengan baik agar tidak bertambah.

“Tugas kita mengurus pengamen yang sudah ada, bukan membiarkan tambah banyak. Saya akan persuasif dengan restoran, hotel, dan tempat-tempat ramai agar mereka bisa memberikan ruang bagi pengamen untuk tampil tanpa harus mengganggu lalu lintas atau pejalan kaki,” jelasnya.

Sebagai alternatif, kawasan Embung Giwangan dan Taman Pintar disebut dapat dijadikan ruang berkarya bagi para pengamen.

“Kalau di lampu merah itu dilarang. Selain mengganggu lalu lintas, juga menyalahi fungsi trotoar. Bahkan ada hotel yang pernah protes karena pengamen di perempatan dekat hotel membuat tamu terganggu,” tambahnya.

Hasto menegaskan, Pemkot tidak hanya melakukan penertiban, melainkan juga memberikan solusi.

“Saya tidak ingin sekadar mengembalikan mereka ke daerah asal. Itu justru menambah masalah. Yang penting kita carikan tempat yang layak di kota ini,” pungkasnya.

Kegiatan Apel Pilar Sosial Jogja Zero Gepeng sendiri bertujuan memperkuat sinergi, koordinasi, serta komitmen bersama dalam penanganan masalah sosial di Kota Yogyakarta. Apel diikuti unsur Pekerja Sosial Profesional, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Karang Taruna, Taruna Siaga Bencana (Tagana), Pelopor Perdamaian (Pordam), Pendamping PKH, dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) se-Kota Yogyakarta.

Baca Juga :  45 Depo Sampah dan TPS di Kota Yogyakarta Dijadwalkan Bersih Mulai Minggu Depan

Sementara itu, Kepala Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, Maryustion Tonang menekankan prinsip pendekatan humanis dalam penanganan gepeng.

“Gelandangan itu pendekatannya humanis. Kita mengurus, bukan mengusir. Artinya, mereka kita arahkan ke UPT Rumah Layanan Lansia atau ke Camp Assessment, tergantung kebutuhan. Itulah pola-pola kita dalam menyelesaikan persoalan kota secara sosial dan humanis,” ungkapnya.

Menurutnya, pola ini berbeda dengan pendekatan penegakan berbasis regulasi.

“Kalau Satpol PP kan pendekatannya regulasi dan penegakan. Kita di sosial justru mengutamakan aspek humanis, memastikan mereka mendapat perlindungan dan layanan yang tepat,” tambah Maryustion.