Pintasan.co, Jakarta – Jaksa penuntut Korea Selatan secara resmi mendakwa mantan Presiden Yoon Suk Yeol dengan tuduhan penyalahgunaan kekuasaan, terkait aksi gagal untuk memberlakukan status darurat militer.

Ini menjadi dakwaan lanjutan terhadap Yoon, yang sebelumnya telah dituduh memimpin pemberontakan dan kini tengah menjalani persidangan.

Menurut pernyataan tim penyelidik khusus yang dikutip Yonhap pada Kamis, 1 Mei 2025, Yoon didakwa tanpa penahanan karena dianggap telah menyalahgunakan wewenang saat memerintahkan militer dan polisi untuk mengepung Majelis Nasional pada 3 Desember tahun lalu.

Tindakan tersebut merupakan bagian dari upaya darurat militer yang dianggap inkonstitusional.

Dakwaan ini muncul tiga bulan setelah dakwaan pertama terhadap Yoon pada 26 Januari, di mana ia dituduh memimpin pemberontakan—sebuah pelanggaran berat yang tidak dilindungi oleh kekebalan hukum bagi presiden yang masih menjabat.

Yoon mencatatkan sejarah sebagai presiden aktif pertama di Korea Selatan yang didakwa saat masih menjabat, sebelum akhirnya dicopot oleh Mahkamah Konstitusi awal bulan lalu.

Jaksa sebelumnya belum mendakwanya atas penyalahgunaan kekuasaan karena perlindungan konstitusional.

Namun, setelah pemecatannya, mereka menyatakan telah mengumpulkan bukti yang cukup untuk melanjutkan proses hukum.

Kini, jaksa telah mengajukan permohonan kepada Pengadilan Distrik Pusat Seoul untuk menggabungkan kasus penyalahgunaan kekuasaan ini ke dalam sidang pemberontakan yang sedang berlangsung.

Yoon juga diduga bekerja sama dengan mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun dan sejumlah pejabat lain untuk secara ilegal menyatakan status darurat nasional pada 3 Desember, meskipun tidak ada kondisi ekstrem seperti perang, konflik bersenjata, atau krisis nasional yang memadai.

Ia bahkan disebut memerintahkan pengerahan militer ke gedung parlemen guna mencegah penolakan anggota dewan terhadap deklarasi darurat tersebut.

Baca Juga :  China Optimis Kerja Sama Tiga Negara dengan Jepang dan Korsel Perkuat Stabilitas Regional