Pintasan.co, Banjarmasin – Itik Alabio adalah salah satu jenis itik lokal yang menunjukkan keseragaman dalam bentuk fisik dan komposisi genetik.
Itik ini memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik, terutama di wilayah Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), di mana populasinya cukup melimpah.
Geografis Kabupaten Hulu Sungai Utara sangat mendukung untuk pengembangan peternakan itik, menjadikan Itik Alabio sebagai salah satu ikon dari kota Amuntai.
Hal ini diungkapkan oleh Erwin, seorang anggota komunitas Palalah, saat berbagi informasi dalam acara “Serba Serbi Nusantara” pada Sabtu (26/10/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Neza, yang juga merupakan anggota Palalah, menambahkan bahwa Itik Alabio telah dikenal luas di seluruh wilayah Kalimantan Selatan.
Telurnya sering digunakan untuk membuat telur asin, tetapi yang paling terkenal adalah kuliner itik panggang tanpa tulang yang disajikan dengan bumbu khas dan kuah sup. Dendeng itik juga merupakan salah satu makanan khas dari kota Amuntai.
“Penamaan Itik Alabio sendiri dilatarbelakangi dari kebiasaan orang yang membeli bibit itik di pasar Alabio, kota Amuntai,” jelas Syauqani, menyoroti asal-usul nama Itik Alabio.
Keunikan Itik Alabio telah menjadikannya sebagai simbol kota Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU).
Untuk memperingati hal ini, terdapat monumen atau tugu yang berdiri megah berupa sepasang Itik Alabio, yang menjadi maskot bagi Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Tugu ini berfungsi sebagai penanda bahwa daerah tersebut merupakan penghasil utama Itik Alabio.
“Tugu maskot itik ini berdiri kokoh di tepian Sungai Negara, tepatnya di Jalan Patmaraga, Murung Sari,” ungkap Arif.
Monumen ini tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga melambangkan warisan budaya dan pertanian lokal yang berharga, mengajak masyarakat untuk lebih menghargai potensi kuliner yang ada di daerah mereka.
Dengan menjadi maskot, Itik Alabio juga berperan dalam menarik wisatawan untuk mengenal lebih dekat budaya kuliner khas Amuntai.