Pintasan.co, Jakarta – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra, mengusulkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pembentuk undang-undang supaya ketentuan pemberian nomor urut dihapus.

Usulan penghapusan tersebut disampaikan untuk pemilihan yang diikuti lebih dari satu pasangan calon.

Usulan tersebut Saldi sampaikan pada saat memimpin sidang panel II dalam sengketa nomor perkara 223/PHPU.WAKO-XXIII/2025 mengenai perselisihan hasil Pemilihan Wali Kota Tangerang Selatan.

Perkara mengenai Salah satu dalil gugatan yang disampaikan Ruhamaben-Shinta Wahyuni Chairuddin yaitu video iklan layanan masyarakat yang diduga bermuatan kampanye.

“Ke depan ini kalau pasang calonnya ada dua atau tiga, tidak usah dikasih nomor lagi karena yang penting (adalah) gambarnya dicoblos,” ujar Saldi dikutip dari Media Indonesia, Jumat,(17/1/2025)

Iklan yang ditayangkan oleh salah satu media nasional itu diketahui menayangkan gestur satu jari yang dilakukan oleh pegawai penyelenggara pemilu. Sehingga dianggap oleh pemohon sebagai pelanggaran netralitas.

Dampak polemik itu, konten iklan layanan masyarakat KPU Tangerang Selatan diturunkan.

Hakim Mahkamah Konstitusi ini pun menilai, bahwa persoalan nomor urut paslon rumit dan sering memiliki interpretasi yang berbeda.

Menurutnya, setiap orang punya kecenderungan menunjukkan gestur jari ketika berpose, namun kebiasaan itu menjadi polemik pada saat masa pemilihan.

“Persoalan angka ini memang kadang-kadang repot. Kadang-kadang kan orang sudah biasa begini (pose jari 1) tapi kemudian dianggap kampanye,” ungkap dia.

Menurutnya penghapusan nomor urut tidak memiliki dampak secara signifikan terhadap pelaksanaan pemilu, baik secara substansi dan teknis, yang terpenting yaitu gambar paslon bisa tercoblos ketika pemungutan suara.

“Ini bisa diperhatikan KPU, kalau calonnya terbatas sudah tidak perlu menggunakan nomor urut, kolomnya saja yang jelas,” jelasnya.

Dia menilai bahwa proses penghitungan suara juga tidak akan berpengaruh jika tidak ada nomor urut. Karena, penghitungan suara tetap bisa dilakukan berdasarkan kolomnya saja.

“Jadi berdasarkan kolomnya saja dihitung ke depan, supaya kita tidak bias soal angka-angka ini, silahkan supaya didengar oleh KPU,” tutur Saldi.

Walaupun demikian, Saldi menekankan juga bahwa UU yang berlaku telah mengatur perkara nomor urut penetapan pasangan calon.

Baca Juga :  Dugaan Praktik Politik Uang di Magelang, Sebabkan Pemberhentian Petugas PTPS dan KPPS