Pintasan.co, Yogyakarta – Hak cipta dan pembayaran royalti menjadi isu penting bagi musisi yang mengandalkan pendapatan dari karya mereka.

Banyak musisi merasa hak mereka belum diterima secara adil, sementara kesadaran masyarakat tentang pentingnya membayar royalti masih rendah.

Baru-baru ini, komunitas Jogja 90’s mengadakan diskusi dengan mengundang Pongki Barata, mantan vokalis Jikustik untuk membahas permasalahan royalti ini.

Menurutnya sistem dan aturan royalti di Indonesia menimbulkan kecemasan bagi para pelaku industri musik, seperti penyanyi, pencipta lagu, produser, dan sound engineer.

“Keresahan itu sebaiknya dijadikan dalam suatu wadah, dimana wadah itu bisa bersuara bulat agar mereka mendapatkan keadilan, walaupun keadilan yang sempurna saya kira agak susah, paling tidak keadilan itu mendekati ke arah yang sempurna,” ungkap Pongki. 

Wadah tersebut dibentuk untuk mencegah adanya pihak-pihak yang meremehkan atau merugikan orang lain.

Meskipun saat ini telah ada aturan mengenai pembagian royalti, masih terdapat celah yang memungkinkan terjadinya benturan antara berbagai pihak.

Celah tersebut adalah ketidaktahuan dan saling fokus pada kepentingannya masing-masing.  

“Yang fokus pada dirinya, tentu pasti akan bertabrakan dengan kepentingan orang lain yang memikirkan dirinya,” ujarnya. 

Oleh karena itu, menurutnya, penting untuk kembali ke cara lama yaitu duduk bersama dan saling mendengarkan keinginan masing-masing pihak guna mencapai kesepahaman visi.

“Sejauh ini, aturan hak cipta di Indonesia cukup mewakili mereka yang bergantung pada musik, meski demikian masih ada yang bertentangan atau salah menafsirkan aturan tersebut,” ujarnya. 

Menurutnya, meskipun platform streaming digital mempermudah pembagian royalti, hal tersebut belum tentu membawa perbaikan yang signifikan.

Semua tergantung pada kepentingan masing-masing pihak apakah itu pemain, pencipta, atau produser, yang memiliki konsekuensi yang berbeda-beda.

Baca Juga :  Keunikan Kuliner Pasta Jawa dari Wonosobo yang Wajib Dicoba

Sementara itu, Nuza yang merupakan bagian dari divisi program Jogja 90’s, menyatakan bahwa diskusi seperti ini sangat penting untuk memberikan pemahaman dasar tentang royalti, hak cipta, serta bagaimana musisi dapat melindungi diri mereka dan memperoleh hak-hak mereka.

“Masalah royalti sebenarnya adalah masalah dasar yang harus dipahami oleh para musisi, di sini kami tidak berpihak pada manapun, tapi acara ini untuk pengetahuan dasar seberapa besar hak anda yang bisa diperjuangkan,” ungkapnya. 

Sebagai akibatnya, ketika seorang musisi berkarya royalti dapat menjadi sumber pendapatan pasif bagi mereka. Namun, di lapangan, seringkali musisi muda hanya menciptakan karya untuk tujuan eksistensi semata.

“Mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan sebetulnya bermanfaat bagi masa depan mereka,” tandasnya.