Pintasan.co, Kulon Progo – Warga Padukuhan Karang, Kalurahan Jatisarono, Kapanewon Nanggulan, Kulon Progo, mengadakan Upacara Peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia pada Minggu (17/08/2025) dengan cara yang cukup berbeda.
Keunikan terlihat dari para peserta upacara yang hadir dengan gaya dan pakaian masing-masing. Sebagian besar mengenakan busana tradisional, sementara lainnya memilih pakaian kerja atau pakaian sehari-hari.
Upacara dipimpin oleh Dukuh Tri Nugroho yang tampil dengan jas resmi. Para tamu undangan pun hadir mengenakan busana lurik khas Jawa lengkap dengan blangkon.
Tri mengatakan upacara sengaja digelar dengan cara yang berbeda. Sebab pihaknya ingin menunjukkan keberagaman warga Karang.
“Bisa dikatakan kami sangat heterogen dari sisi agama, pendidikan, hingga pekerjaan, sehingga kami angkat di sini,” jelasnya usai upacara.
Menurut Tri, keberagaman yang warganya miliki justru menjadi karakter unik yang harus diangkat. Sebab lewat perbedaan itulah mereka tetap mampu hidup harmonis.
Keberagaman turut ditunjukkan saat sesi doa bersama. Doa dipimpin secara Islam oleh tokoh agama setempat, yang juga didampingi oleh tokoh agama Katolik.
“Perbedaan yang kami miliki justru jadi penguat agar selalu bersatu dan berjuang bersama,” kata Tri.
Upacara bendera tersebut menjadi puncak dari seluruh rangkaian kegiatan untuk momen HUT ke-80 RI. Kegiatan dimulai sejak akhir Juli, di mana seluruh warga Karang ikut serta di dalamnya.
Tri berharap momen HUT ke-80 RI tetap membuat warganya selalu ingat dengan perjuangan para pahlawan di masa lalu. Termasuk menjaga agar generasi berikutnya juga tidak lupa dengan jasa-jasa para pahlawan.
“Momen ini jadi penyemangat kami untuk ikut berjuang membangun Indonesia yang lebih baik lagi,” ujarnya.
Salah satu warga, Surati, tampil cukup meriah dengan busana tradisional Jawa lengkap dengan topi caping petani. Topi tersebut dihias sedemikian rupa sehingga menarik perhatian.
Ia mengatakan Padukuhan Karang kerap melakukan kegiatan yang berbeda dalam memperingati HUT RI. Seperti tahun ini, di mana warga diperbolehkan untuk memakai busana bebas untuk upacara bendera.
“Saya sendiri pilih pakai baju tradisional untuk mengangkat budaya lokal,” jelas guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) ini.