Pintasan.co, Yogyakarta – Keberadaan Masjid Gedhe Kauman atau Masjid Agung Yogyakarta sangat terkait dengan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Sebagai tempat ibadah bagi umat Islam, pembangunan masjid agung oleh kerajaan Islam adalah hal yang wajar. Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta didirikan pada tahun 1773 oleh Sultan Hamengkubuwono I, yang juga merupakan pendiri Kesultanan Yogyakarta.

Sejak pembangunan awalnya pada 27 Mei 1773, masjid ini telah mengalami pemugaran secara bertahap oleh para sultan berikutnya.

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta pada awalnya terdiri dari satu bangunan utama yang ukurannya masih terbatas.

Seiring dengan meningkatnya jumlah jemaah, pada tahun 1775 diputuskan untuk menambah serambi atau beranda masjid yang lebih luas.

Selain digunakan untuk salat, serambi ini berfungsi sebagai tempat pertemuan ulama, mahkamah untuk mengadili kasus hukum Islam, pengadilan perceraian, serta tempat pengajian dan pernikahan.

Di sekitar masjid juga dibangun pemukiman untuk para pengurus dan masyarakat, yang kini dikenal sebagai Kampung Kauman.

Perbaikan bangunan Masjid Gedhe Kauman terus dilakukan oleh para pemimpin yang menjabat di Keraton Yogyakarta. Salah satu perbaikan yang signifikan adalah pembangunan gerbang pada masa Sultan Hamengkubuwono V.

Gerbang masjid yang dibangun pada periode tersebut terdiri dari lima unit, termasuk gerbang utama yang disebut gapura dan gerbang di sisi timur.

Namun, pada tahun 1867, gempa bumi menghancurkan serambi masjid dan gerbang utama atau gapura. Akibatnya, serambi masjid dibangun kembali pada tahun 1868 di bawah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono VI. Perbaikan ini bahkan dilakukan dengan memperluas ukuran serambi menjadi dua kali lipat.

Bangunan Masjid Gedhe Kauman banyak dipengaruhi oleh Masjid Agung Demak, namun dirancang agar sesuai dengan budaya Yogyakarta. Masjid Gedhe Kauman berada di sebelah barat Alun-Alun Utara Yogyakarta dan terletak di barat laut Keraton Yogyakarta.

Baca Juga :  Kebijakan Car Free Night di Jalan Malioboro Sementara Dihentikan Selama Libur Nataru

Bagian-bagian Masjid Gedhe Kauman

Ruang utama masjid memiliki bentuk bujur sangkar atau persegi, yang ditopang oleh empat tiang utama dan 12 tiang tambahan.

Di dalam ruang utama masjid, terdapat beberapa komponen yang digunakan untuk melaksanakan ibadah salat, antara lain mihrab, maksurah, dan mimbar.

Masjid Gedhe Kauman memiliki atap bertumpang tiga, yang melambangkan bahwa kehidupan manusia terdiri dari hakikat, syariat, dan makrifat.

Di bagian paling atas atap, terdapat mustaka berbentuk daun kluwih dan gadha. Daun kluwih memiliki arti “linuwih,” yang berarti memiliki kelebihan yang sempurna. Sementara itu, gadha berarti “tunggal,” yang dapat diartikan sebagai penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Secara keseluruhan, makna mustaka masjid ini menunjukkan bahwa manusia akan mencapai kesempurnaan hidup ketika telah mencapai makrifat dan hanya menyembah Allah.