Pintasan.co – Dalam ajaran Islam, konsep bahwa Allah tidak menidurkan seorang hamba melebihi kesanggupannya merupakan prinsip yang penting dalam kehidupan seorang muslim.

Prinsip ini secara jelas disebutkan dalam Al-Qur’an, tepatnya di Surah Al-Baqarah ayat 286:

“Allah tidak mendudukkan seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari (kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari (kejahatan) yang dikerjakannya…” (QS. Al-Baqarah: 286).

Ayat ini mengandung hikmah yang mendalam tentang bagaimana Allah memberi cobaan, tanggung jawab, atau beban kepada manusia sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Setiap ujian, baik berupa kesulitan atau tanggung jawab yang Allah berikan, selalu sebanding dengan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki oleh manusia tersebut.

Keadilan Allah dalam Ujian

Allah Maha Adil, dan salah satu manifestasi keadilan-Nya adalah dengan tidak membebani makhluk-Nya dengan sesuatu yang tidak mampu menjadi tanggung jawab mereka.

Ujian yang datang dalam hidup bukanlah bentuk ketidakadilan, melainkan cara Allah untuk menguji kesabaran, keimanan, dan ketekunan kita. Setiap orang mendapatkan ujian sesuai dengan keadaannya, dan Allah mengetahui batas kemampuan setiap hamba-Nya.

Contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari adalah perbedaan tanggung jawab antara seorang anak kecil dan orang dewasa. Seorang anak tidak akan diberi tanggung jawab yang sama dengan orang dewasa, karena ia belum memiliki kemampuan yang memadai.

Begitu pula dengan manusia dalam menghadapi ujian kehidupan, Allah memberikan cobaan yang proporsional.

Motivasi untuk Bersabar dan Berikhtiar

Ayat ini juga memberikan motivasi besar bagi umat Islam untuk tetap bersabar dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.

Ketika seseorang merasa bahwa beban hidup yang sedang dihadapannya terasa berat, menyampaikan bahwa Allah telah memastikan bahwa beban itu sesuai dengan kapasitasnya.

Ini memberikan rasa tenang bahwa apapun yang dihadapi, manusia mampu melaluinya dengan kesabaran dan usaha yang maksimal.

Baca Juga :  Aurat Perempuan dalam Khazanah Islam

Selain bersabar, penting juga untuk berikhtiar, karena kesanggupan manusia tidak hanya bergantung pada kekuatan fisik, tetapi juga pada niat, usaha, dan doa yang mereka panjatkan kepada Allah.

Kombinasi antara usaha maksimal dan tawakal kepada Allah merupakan kunci menghadapi segala ujian yang ada.

Rahmat dan Kemurahan Allah

Dalam konteks ibadah, prinsip ini juga berlaku. Misalnya, dalam menjalankan kewajiban ibadah, seperti shalat, puasa, dan zakat, Allah memberikan keringanan atau rukhsah bagi mereka yang memiliki keterbatasan.

Bagi orang sakit atau musafir, mereka dibolehkan tidak berpuasa di bulan Ramadhan dan menggantinya di hari lain.

Bagi yang secara fisik tidak mampu untuk shalat berdiri, diperbolehkan shalat dalam keadaan duduk atau berbaring. Ini adalah bentuk rahmat dan keringanan yang Allah berikan kepada umat-Nya.

Tanggung Jawab Pribadi dalam Berbuat Baik dan Menghindari Keburukan

Ayat ini juga mengajarkan bahwa manusia bertanggung jawab atas segala perbuatan baik dan buruk yang dilakukannya. Setiap amal yang diberikan akan mendapat balasan pahala, sedangkan perbuatan buruk akan mendatangkan siksa.

Oleh karena itu, manusia diingatkan untuk berusaha berbuat baik dan menjauhi keburukan, karena perbuatan masing-masing akan dihitung sesuai dengan kemampuan mereka untuk memilih jalan yang benar.

Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui kemampuan hamba-hamba-Nya.

Tidak ada cobaan atau kewajiban yang melampaui batas kemampuan manusia. Dengan keyakinan ini, seorang muslim hendaknya menghadapi kehidupan dengan lebih tenang, sabar, dan penuh semangat dalam menjalani tanggung jawab sebagai hamba Allah.

Hikmah dari ayat ini juga memperkuat rasa optimisme dalam diri kita bahwa setiap ujian adalah bentuk kasih sayang Allah, yang pada akhirnya akan membimbing kita menuju kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.