Pintasan.co, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia telah menetapkan perolehan kursi partai politik dan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terpilih untuk periode 2024-2029 pada 25 Agustus.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kembali menjadi partai dengan perolehan suara dan kursi terbanyak, mencatat kemenangan ketiga berturut-turut sejak Pemilu 2014.
Dalam Pemilu 2024, sebanyak 580 kursi DPR diperebutkan dari 84 daerah pemilihan (dapil), dengan partisipasi dari 18 partai politik.
Namun, hanya delapan partai yang berhasil memenuhi ambang batas parlemen. Dari 732 anggota legislatif terpilih, 580 di antaranya adalah anggota DPR RI, yang penetapan perolehan kursinya telah dilaksanakan pada 25 Agustus.
Ketua KPU RI Muhammad Afifuddin mengatakan, penetapan tersebut dituangkan dalam Keputusan KPU Nomor 1205 Tahun 2024 tentang perolehan kursi partai politik peserta Pileg DPR 2024.
Pada periode ini, PDIP memimpin dengan 110 kursi, menempatkan diri sebagai partai dengan kursi terbanyak di DPR untuk tiga periode berturut-turut.
Namun, berbeda dari sebelumnya, PDIP kini berada di posisi oposisi terhadap Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
PDIP memperoleh 25,38 juta suara pada Pemilu 2024, diikuti Golkar dengan 23,20 juta suara, Gerindra 20,07 juta suara, PKB 16,11 juta suara, dan NasDem 14,66 juta suara.
Sementara itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), satu-satunya partai petahana yang gagal melampaui ambang batas parlemen sebesar 4 persen, tidak berhasil mengirimkan wakilnya ke DPR.
Para calon anggota legislatif (caleg) terpilih berasal dari berbagai partai politik dan daerah pemilihan, dengan total 580 caleg DPR terpilih dari 84 dapil.
Meskipun PDIP meraih suara dan kursi terbanyak, perolehan kursi partai oposisi ini tidak sebanding dengan kekuatan suara dan kursi Koalisi Indonesia Maju Plus.
Koalisi Indonesia Maju Plus, yang terdiri dari Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI, PBB, Gelora, Garuda, Prima, PKS, PKB, PPP, Perindo, dan NasDem, memiliki kekuatan signifikan di DPR.
Pada periode sebelumnya, koalisi partai pendukung presiden juga mendominasi kursi DPR, dengan sembilan partai yang memenuhi ambang batas parlemen, di mana PDIP meraih suara terbanyak sebesar 19,33%.
Pada periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, koalisi pendukung yang dikenal sebagai Koalisi Indonesia Maju beranggotakan 10 partai, termasuk PDIP, Golkar, PKB, NasDem, PPP, Hanura, PKP, Perindo, PSI, dan PBB, mendominasi kursi DPR.
Seiring waktu, koalisi tersebut semakin membesar, hanya menyisakan PKS sebagai satu-satunya partai oposisi.
Peneliti Transparency International Indonesia, Sahel Muzzammil, menilai bahwa ketiadaan oposisi dalam sistem pemerintahan dapat berbahaya.
Tanpa adanya oposisi yang kuat di parlemen, perbedaan pendapat lebih sering disampaikan melalui media sosial atau demonstrasi, yang dapat melemahkan pengawasan terhadap lembaga-lembaga independen.
Menurut Sahel, lemahnya oposisi di Indonesia disebabkan oleh pembagian kekuasaan yang terlalu luas.
Pembentukan koalisi partai di Indonesia sangat fleksibel, meskipun seringkali tidak mencerminkan perbedaan kelompok pemilih dan konstituen.
Pada periode 2019-2024, PKS adalah satu-satunya partai oposisi yang bertahan, sementara beberapa partai yang sebelumnya menentang pemerintah, termasuk rival Pilpres 2019, akhirnya bergabung dalam kabinet.
Akibatnya, partai politik cenderung bergantung pada anggaran negara, yang membuat mereka semakin jauh dari kepentingan publik.
Hal ini juga berdampak pada minimnya akuntabilitas, dengan kebijakan pemerintah yang seringkali mendapat penolakan dari masyarakat, karena merasa pendapatnya tidak terwakili oleh parlemen.