Pintasan.co, Jakarta – Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan bahwa pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024 akan ditetapkan melalui sebuah Ketetapan MPR. Ia juga menambahkan bahwa kebijakan ini akan diberlakukan untuk pelantikan presiden dan wakil presiden di periode-periode berikutnya.
Bamsoet menjelaskan bahwa prosesi ini berbeda dari pelantikan presiden dan wakil presiden sebelumnya, yang hanya dilakukan melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Berita Acara Pelantikan di MPR.
“Keberadaan Ketetapan MPR tentang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden tertuang dalam Perubahan Tata Tertib MPR, yakni pada pasal 120 ayat 3 yang berbunyi ‘Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden ditetapkan dengan Ketetapan MPR’,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Senin (23/9).
“Ketetapan MPR ini bersifat penetapan atau beschikking, serta bersifat administratif semata guna menindaklanjuti Keputusan KPU tentang Penetapan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh suara terbanyak pada Pemilihan Umum. Hal ini sesuai dengan wewenang MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana diatur pada pasal 3 ayat (2) UUD NRI 1945,” tambah politikus Golkar itu.
Prabowo dan Gibran akan disumpah sebagai presiden dan wakil presiden RI periode 2024-2029 dalam Sidang Paripurna MPR pada 20 Oktober mendatang. Mereka akan menggantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang masa jabatannya telah berakhir.
Sebagai tambahan, Sidang Paripurna MPR Awal Masa Jabatan 2024-2029 untuk pelantikan anggota MPR hasil Pemilu 2024 akan dilaksanakan pada 1 Oktober di kompleks parlemen, Jakarta. Jumlah anggota MPR periode 2024-2029 akan meningkat dibandingkan periode 2019-2024 yang terdiri dari 711 anggota.
Bamsoet juga mengungkapkan bahwa rapat gabungan MPR telah memutuskan untuk membentuk Mahkamah Kehormatan MPR yang bersifat Ad Hoc. Pembentukan lembaga ini bertujuan untuk menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat MPR sebagai lembaga permusyawaratan rakyat.
“Karena sekalipun anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD, namun MPR memiliki kewenangan, fungsi dan tugas yang berbeda dengan DPR dan DPD. Sehingga, apabila ada pengaduan terkait dengan kewenangan, fungsi dan tugas sebagai anggota MPR, harus diselesaikan oleh Mahkamah Kehormatan MPR. Bukan oleh lembaga lain, baik MKD DPR atau Badan Kehormatan DPR,” jelas Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan bahwa rapat gabungan MPR juga mempersiapkan sejumlah rekomendasi dari MPR periode 2019-2024 yang akan diteruskan kepada MPR periode 2024-2029. Beberapa rekomendasi tersebut antara lain mencakup penyelesaian pembahasan substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), yang diharapkan dapat diselesaikan oleh MPR 2024-2029 sebelum Agustus 2025. Selain itu, juga diusulkan kajian terkait penguatan kelembagaan MPR melalui Undang-Undang tentang MPR.
“Rekomendasi lainnya yakni untuk mengevaluasi keberadaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, khususnya pasal 2 dan 4,” kata Bamsoet.