Pintasan co, Jakarta – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mendesak Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, untuk tetap membayar biaya penggunaan jet pribadi yang sempat dipakai senilai Rp90 juta per penumpang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kalaupun dinyatakan bukan gratifikasi, saya tetap menghormati. Namun, saya berharap Kaesang tetap memberikan contoh baik dengan menyerahkan uang sejumlah yang diakui untuk penggunaan jet pribadi itu,” ujar Boyamin kepada wartawan, Jumat (1/11).
Boyamin menilai, pembayaran biaya tersebut dapat meredam polemik di masyarakat yang masih mempertanyakan apakah penggunaan jet pribadi tersebut termasuk gratifikasi atau tidak.
Ia mengusulkan Kaesang tetap membayar ongkos yang diakui sebagai kelas bisnis untuk empat orang.
“KPK harus mengurus ini dan menyarankan Kaesang menyerahkan uang itu ke kas negara demi keadilan di masyarakat,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Boyamin juga mengkritisi perbandingan KPK yang menyinggung kasusnya pada 2020.
Saat itu, ia melaporkan penerimaan uang senilai 100 ribu dolar Singapura, namun KPK menyatakan bukan gratifikasi karena dirinya bukan penyelenggara negara.
Menurut Boyamin, situasinya berbeda dengan Kaesang, yang merupakan putra Presiden Joko Widodo.
“Tapi kan berbeda. Saya tidak punya saudara atau orang tua yang penyelenggara negara. Jadi, perbandingan dengan saya kurang tepat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Boyamin meminta KPK agar tidak menutup potensi dugaan gratifikasi pada kasus ini. Ia berharap KPK tetap menelusuri kemungkinan adanya penerimaan fasilitas serupa oleh penyelenggara negara lainnya.
Di sisi lain, KPK melalui Wakil Ketua Nurul Ghufron menyatakan bahwa laporan dugaan gratifikasi terhadap Kaesang sudah ditelaah dan dinyatakan tidak memenuhi kriteria gratifikasi karena Kaesang bukanlah penyelenggara negara.
Ghufron menambahkan, kasus serupa pernah terjadi pada beberapa orang non-penyelenggara negara yang melaporkan hadiah dari masyarakat dan diputuskan bukan gratifikasi.
“KPK menilai Kaesang bukan penyelenggara negara dan sudah terpisah dari orang tuanya yang masih menjabat. Karena itu, kasus ini dinyatakan bukan gratifikasi,” ungkap Ghufron.