Pintasan.co, Jakarta – Serikat buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah agar mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Jika tuntutan ini diabaikan, serikat buruh berencana melakukan mogok nasional selama satu bulan.

Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan bahwa pemerintah seharusnya tidak menerapkan formula Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 yang menjadi perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, terutama dalam perhitungan upah minimum tahun 2025.

Buruh akan turun ke jalan dalam aksi mogok nasional jika pemerintah tetap menggunakan formula ini.

“Jika terjadi pelanggaran konstitusi, dan tidak ada jalan lain, maka kami akan mogok nasional. Kami sudah merencanakan aksi mulai 19 November,” ujar Said dalam konferensi pers di Tamarin Hotel, Jakarta Pusat, Senin (4/11/2024).

Aksi ini, lanjutnya, akan berlangsung antara 19 November hingga 24 Desember, dengan perkiraan jumlah peserta mencapai 5 juta buruh dari sekitar 15 ribu pabrik di seluruh Indonesia.

Para buruh akan melakukan unjuk rasa di depan pabrik-pabrik dan kantor-kantor pemerintahan.

“Ini adalah aksi nasional yang melibatkan buruh dari berbagai serikat dan pekerja lainnya yang akan secara sukarela bergabung. Kami akan keluar pabrik, berkumpul di depan pabrik, dan unjuk rasa di tempat-tempat pemerintahan. Jika satu pabrik berhenti produksi, maka yang lain pun akan ikut berhenti,” kata Said.

Said menegaskan bahwa aksi mogok nasional ini didasari oleh landasan hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 yang mengatur hak buruh untuk mengorganisir pemogokan.

Baca Juga :  Heboh! Benda di Depan Minimarket Madiun Diduga Bom Berisi Bahan Peledak

Menurut Said, aksi ini merupakan bentuk unjuk rasa yang sah dan resmi.

“Ini adalah unjuk rasa, bukan sekadar mogok kerja tanpa dasar hukum. Undang-undangnya jelas, dan ini adalah hak buruh,” jelasnya.

Presiden KSPSI, Andi Gani Nena Wea, juga mengingatkan pemerintah agar tidak mengabaikan konstitusi, mengingat perjuangan panjang para buruh yang berhasil memenangkan 21 pasal dalam UU Cipta Kerja di MK.

Andi menegaskan bahwa buruh tetap berpegang teguh pada konstitusi.

“Saya ingatkan kepada pemerintah, terutama Menteri Ketenagakerjaan dan jajaran, jangan bermain-main dengan konstitusi. Kami sudah berjuang keras selama empat tahun, baik di jalanan maupun di MK, dan kami berhasil memenangkan 21 pasal dalam UU tersebut,” ujar Andi.