Pintasan.co, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan data terbaru terkait pejabat negara yang telah menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Diketahui, sejumlah menteri, wakil menteri, dan utusan khusus Presiden masih belum melaporkan LHKPN mereka.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menginformasikan bahwa data tersebut berasal dari Direktorat LHKPN KPK per tanggal 3 Desember 2024.
Sejauh ini, 36 dari 52 menteri atau kepala lembaga setingkat menteri telah melaporkan harta kekayaan mereka, sementara 16 lainnya belum melapor.
“Dari total 52 menteri dan kepala lembaga, 36 sudah melaporkan LHKPN mereka, sedangkan 16 lainnya belum. Begitu juga dengan wakil menteri, dari 57 orang yang tercatat, 30 sudah menyerahkan LHKPN, sementara 27 masih belum,” ujar Budi kepada wartawan pada Rabu, 3 Desember 2024.
Selain itu, terdapat enam orang yang menjabat sebagai utusan khusus, penasihat khusus, dan staf khusus Presiden yang telah menyampaikan LHKPN mereka.
Secara keseluruhan, sekitar 58% anggota kabinet Presiden Joko Widodo (Kabinet Merah Putih) telah memenuhi kewajiban melaporkan harta kekayaan mereka.
“Dari 15 utusan khusus, penasihat khusus, dan staf khusus, tercatat 6 orang yang sudah melapor, sedangkan 9 orang lainnya belum. Jadi, dari total 124 pejabat yang wajib melapor, 72 sudah melaporkan LHKPN mereka, dan 52 belum. Ini berarti sekitar 58% sudah melapor,” tambahnya.
Budi juga mengonfirmasi bahwa beberapa utusan khusus yang belum menyerahkan LHKPN antara lain Raffi Farid Ahmad, Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, serta Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah), Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Meski begitu, Budi menjelaskan bahwa tim yang mendampingi Raffi Ahmad sudah aktif berkomunikasi dengan KPK untuk memastikan pengisian LHKPN dilakukan dengan benar.
“Memang benar, menurut catatan kami, yang bersangkutan (Raffi Ahmad) belum menyerahkan LHKPN-nya,” ujar Budi menambahkan.
KPK mengimbau seluruh pejabat negara untuk segera menyerahkan LHKPN mereka dalam waktu tiga bulan sejak pelantikan. LHKPN, menurut KPK, merupakan langkah awal dalam upaya pencegahan korupsi.
Budi menegaskan bahwa KPK siap membantu jika ada kendala dalam proses pengisian LHKPN.
“Kami terbuka untuk memberikan bantuan jika ada kesulitan dalam pengisian. Kepatuhan terhadap LHKPN merupakan instrumen penting dalam pencegahan korupsi, melalui transparansi mengenai harta kekayaan para pejabat negara,” pungkas Budi.