Pintasan.co, Sulawesi Selatan – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan menyampaikan kritik terhadap debat perdana calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan yang dinilai minim agenda terkait penyelamatan lingkungan.
Debat yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan pada 28 Oktober 2024 ini dianggap kurang menyentuh isu lingkungan hidup.
Arfiandi Anas, Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau Walhi Sulsel, menyatakan bahwa visi misi kedua kandidat gubernur tidak cukup memperhatikan aspek lingkungan sebagai bagian penting dalam pembangunan.
Menurut Arfiandi, pasangan nomor urut 1 memang menyebut aspek ekologi dalam visi misinya, tetapi tidak menjabarkan langkah konkret yang akan diambil.
Sementara pasangan nomor urut 2 bahkan tidak mencantumkan lingkungan hidup sebagai prioritas dalam visi misinya.
Lingkungan hidup sebagai prioritas
Dalam diskusi mengenai kemiskinan, pasangan nomor urut 2 menyebut bahwa masalah tersebut hanya memerlukan koordinasi antar-pemangku kepentingan seperti bupati, wali kota, dan pelaku usaha.
Namun, Arfiandi menyebut fakta di lapangan menunjukkan bahwa kolaborasi ini belum mampu menyejahterakan masyarakat, seperti yang terlihat di wilayah Luwu Utara dan Luwu Timur.
Menurutnya, keberadaan tambang besar dan perkebunan dengan hak guna usaha (HGU) sering kali malah menyebabkan perampasan lahan petani dan alih fungsi hutan, tanpa menyerap tenaga kerja yang memadai, sehingga memperparah kemiskinan di daerah-daerah tersebut.
Data BPS 2024 mencatat Luwu dan Luwu Utara sebagai dua dari lima kabupaten termiskin di Sulawesi Selatan.
Selain itu, Walhi menyoroti bahwa para kandidat tidak menyinggung isu pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sulawesi Selatan memiliki ribuan pulau kecil serta garis pantai yang panjang, sehingga komunitas pesisir seperti di Makassar dan Takalar seharusnya mendapat perhatian dan perlindungan dari gubernur mendatang.
Arfiandi menambahkan bahwa kondisi nelayan dan perempuan pesisir semakin memburuk akibat proyek reklamasi pantai dan tambang pasir laut yang merusak sumber daya ekonomi mereka.
Dalam topik perubahan iklim dan dampaknya terhadap perempuan, kedua pasangan calon juga dinilai tidak menawarkan solusi yang relevan bagi masyarakat pesisir dan pulau kecil, yang kian terdampak oleh perubahan iklim.
Masyarakat di wilayah ini menghadapi berbagai kendala seperti kesulitan akses air bersih, degradasi wilayah tangkapan ikan, dan cuaca yang tidak menentu, yang mempersulit nelayan melaut.
Kondisi ini membuat perempuan harus menanggung beban ganda dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Di sisi lain, terkait pengelolaan sampah, pasangan calon Danny Pomanto-Azhar mengusulkan pembangunan PSEL (pembangkit listrik tenaga sampah), sementara Andi Sudirman-Fatmawati mengusulkan fasilitas RDF (refuse-derived fuel).
Namun, Walhi menilai metode pembakaran melalui insinerator justru menimbulkan masalah lingkungan baru, seperti polusi udara dan pencemaran air lindi dari sisa pembakaran.
Arfiandi mencontohkan dampak buruk yang terjadi di proyek PLTSa Putri Cempo di Surakarta, di mana masyarakat sekitar terdampak bau menyengat dan pencemaran saluran air.
Usai menyaksikan debat, Walhi Sulsel menyimpulkan bahwa pasangan calon gubernur dan wakil gubernur masih kurang memprioritaskan agenda perlindungan rakyat dan lingkungan hidup Sulawesi Selatan.
Arfiandi menekankan pentingnya lingkungan yang sehat dan berkelanjutan sebagai dasar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, yang menurutnya masih belum mendapat perhatian cukup dalam debat tersebut.