Pintasan.co, Semarang – Darso (43), seorang pria asal Purwosari, Mijen, Kota Semarang, yang diduga meninggal dunia akibat dianiaya oleh enam anggota polisi sempat mengungkapkan sesuatu kepada adiknya.
Dalam pengakuannya, Darso merasa tidak terima dipukuli oleh polisi karena insiden kecelakaan lalu lintas yang terjadi.
“Darso bilang ke saya dipukuli di bagian dada oleh enam orang polisi asal Yogyakarta, dia dipukuli karena kasus kecelakaan lalu lintas di sana (Yogyakarta),” kata Tocahyo
Darso seorang sopir rental dijemput paksa dari rumahnya oleh enam anggota polisi pada Sabtu, 21 September 2024.
Penjemputan tersebut terkait insiden kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada Juli 2024 lalu.
Setelah kejadian tersebut, Darso sempat meminjam uang kepada Tocahyo untuk pergi ke Jakarta. Dua bulan kemudian, Darso kembali ke rumahnya di Purwosari, Mijen, sekitar pertengahan September 2024.
“Baru di rumah seminggu, saya lalu dapat kabar kalau Darso masuk rumah sakit, ” terangnya.
Sembilan hari setelah kejadian tersebut, tepatnya pada 29 September 2024, Darso menghembuskan napas terakhirnya.
Sebelum meninggal, Darso sempat menyampaikan kepada keluarganya bahwa dirinya telah mengalami penganiayaan oleh polisi. Pernyataan tersebut juga sempat direkam oleh keluarganya dalam bentuk video.
“Di rumah sebelum meninggal dunia, dia bilang ke saya kalau ingin menuntut oknum itu. Karena merasa tersakiti, dianiaya polisi,” paparnya.
Tocahyo mengungkapkan bahwa dirinya tidak mengetahui secara rinci mengenai kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh kakaknya di Yogyakarta.
Saat ini, keluarga masih berusaha menelusuri detail lebih lanjut terkait insiden kecelakaan mobil tersebut.
“Pas datang ke rumah saya cuma bilang habis kecelakaan di Yogyakarta tapi tidak cerita detil. Yang ditabrak siapa, orang mana, tidak cerita,” katanya.
Kronologi sebelum terjadi penganiayaan
Korban diketahui sempat pergi ke Yogyakarta bersama dua pria berinisial F dan T. Pria berinisial T merupakan seorang kepala desa di Boja, Kendal, dan diketahui memiliki istri yang berprofesi sebagai polisi.
“Saya juga tidak sempat tanya kenapa dua orang itu tidak membantu Darso,” terangnya.
Sejak awal, keluarga bertekad untuk mengusut kasus ini. Namun, seorang anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berinisial DN sempat menjanjikan bantuan untuk melakukan mediasi dengan para polisi terkait.
Sayangnya, mediasi tersebut tidak membuahkan hasil yang jelas, sehingga keluarga memutuskan untuk menangani kasus ini secara mandiri.
“Karena terlalu lama, berlarut-larut saya takut nanti kasusnya hilang. Makanya saya ambil alih,” ujarnya.
Pihaknya menolak keluarga menolak damai. “Kami maunya keadilan, sesuai amanat almarhum,” jelasnya.
Antoni Yudha Timor, kuasa hukum keluarga korban menyatakan bahwa pihaknya telah melaporkan dugaan kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian, sebagaimana diatur dalam Pasal 351 Ayat 3 KUHP junto Pasal 170.
Laporan tersebut diajukan terhadap dugaan keterlibatan oknum dari Satlantas Polresta Yogyakarta ke SPKT Polda Jateng pada Jumat malam(10/01/2025).
Terlapor dalam kasus ini adalah anggota Satlantas Polresta Yogyakarta dengan inisial I.
Saat melaporkan kasus tersebut, pihak pelapor telah membawa sejumlah barang bukti, termasuk hasil rontgen yang menunjukkan pergeseran ring jantung korban, foto, video, serta berbagai bukti lainnya. Selain itu, saksi dari pihak keluarga korban juga telah disertakan dalam laporan.
“Dia anggota aktif. Sementara 1 dulu yang dilaporkan tapi dugaan ada 6 orang yang melakukan penganiayaan,” ujarnya.
Kepala Bidang Humas (Kabid Humas) Kombes Artanto mengatakan, laporan tersebut sudah diterima dan telah dibuatkan laporan polisinya untuk segera ditindaklanjuti oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum).
“Terkait dengan anggota Polda DIY, Masih dilakukan penyelidikan terlebih dahulu,” tandasnya.