Pintasan.co, Jakarta – Debat pertama Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 berakhir tanpa adanya adu gagasan yang intens antara tiga pasangan calon yang bertarung, yakni Ridwan Kamil-Suswono, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, dan Pramono Anung-Rano Karno.
Selama sekitar dua jam di JIExpo Kemayoran pada Minggu (6/10), debat berlangsung monoton, dengan sedikit dinamika yang mencolok.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, membandingkan debat ini dengan Pilgub 2017 yang mempertemukan Anies Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama, dan Agus Harimurti Yudhoyono.
Menurutnya, atmosfer persaingan gagasan dalam Pilgub 2024 tidak seintens Pilgub sebelumnya, meskipun kedua kontestasi tersebut sama-sama diikuti oleh tiga pasangan calon.
Arifki mengungkapkan bahwa dalam debat kali ini, tidak ada serangan atau sanggahan antar kandidat yang berarti.
Meskipun ketiga pasangan calon memiliki gagasan yang berbeda terkait isu-isu Jakarta, kesempatan untuk beradu argumentasi tidak dimanfaatkan secara optimal.
Agung Baskoro, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, juga menyampaikan pandangannya. Ia menilai para kandidat cenderung menyampaikan program mereka sendiri daripada memberikan kritik atau tanggapan terhadap gagasan lawan.
Contohnya adalah ketika Suswono, calon wakil gubernur, justru mempresentasikan programnya sendiri saat diminta menanggapi lawan, seperti yang dilakukan oleh pasangan Dharma-Kun.
Petahana tidak hadir dalam Debat Pilgub Jakarta
Minimnya adu gagasan dalam Pilgub 2024 ini, menurut Agung, sebagian besar disebabkan karena tidak adanya petahana dalam kontestasi kali ini.
Dengan absennya petahana, tidak ada kandidat yang merasa perlu mempertahankan atau menyerang kebijakan yang ada, dan semua calon berada pada posisi yang relatif sama tanpa dominasi yang mencolok.
Agung juga menjelaskan bahwa para kandidat memiliki keterkaitan dengan lingkaran kekuasaan istana, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini mempengaruhi dinamika debat yang berlangsung lebih tenang dan tanpa serangan besar antar calon.
Arifki juga menyebut bahwa ketiadaan petahana membuat suasana debat menjadi lebih “adem ayem”. Bahkan, ada kesan bahwa beberapa kandidat saling mendukung gagasan lawan, seperti yang terlihat dari interaksi antara pasangan Dharma-Kun dan Pramono-Doel.
Hal ini semakin diperkuat oleh isu politik terkait posisi PDIP dalam pemerintahan Prabowo-Gibran yang masih belum jelas, yang membuat pasangan Pramono-Doel enggan terlalu menyerang RK-Suswono.
Dalam pandangan Arifki, pola debat yang minim serangan antar kandidat ini kemungkinan besar akan terus berlanjut dalam debat berikutnya, terutama jika kabar pertemuan antara Megawati dan Prabowo benar-benar terjadi. Hal ini diprediksi akan mempengaruhi sikap politik ketiga pasangan calon dalam Pilgub Jakarta.
Sementara itu, Agung melihat ada kemungkinan perubahan gaya penyampaian gagasan pada debat selanjutnya, meskipun ia pesimis akan terjadi perdebatan yang lebih ekstrem atau serangan tajam antar calon.
Debat di masa depan diperkirakan akan tetap hati-hati, dengan fokus pada penyampaian gagasan yang lebih terstruktur, namun tanpa adu argumen yang signifikan.