Pintasan.co, Bantul – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bantul terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk mengantisipasi peningkatan sampah dari limbah makan bergizi gratis (MBG).

Kepala DLH Bantul, Bambang Purwadi Nugroho, menyebutkan bahwa selain berkoordinasi dengan berbagai stakeholder, pihaknya juga mempersiapkan alat pengolahan sampah di beberapa lokasi pengolahan sampah.

“Kemudian, opsi lain, ya nanti kami mengoptimalkan program sekolah adiwiyata ini untuk bisa menyelesaikan sampah yang ada di sekolah. Mungkin tidak 100 persen sampah itu bisa terselesaikan di sana, tapi dengan sekolah adiwiyata itu sangat membantu mengurai beban sampah,” katanya, Minggu (19/1/2025).

Namun, hingga saat ini, Bambang menyatakan bahwa beberapa sekolah di Bumi Projotamansari masih belum sepenuhnya siap untuk mengimplementasikan program sekolah adiwiyata secara optimal.

Oleh karena itu, ke depan DLH Bantul akan mendorong setiap sekolah untuk bekerja sama dalam mengoptimalkan program tersebut.

“Dan nanti kami akan mengoptimalkan sekolah adwiyata yang memungkinkan bisa menangani sampah sisa MBG. Karena kan pengolahan sampah itu bersangkutan dengan lahan, kesiapan stakeholder di sekolah, dan sebagainya,” ucap Bambang.

Di sisi lain, pihaknya mengungkapkan bahwa belum dapat memprediksi jumlah peningkatan sampah saat program MBG diterapkan di Bumi Projotamansari.

Meski begitu, berdasarkan perkiraan sementara, jumlah sampah yang dihasilkan dari sisa program MBG diprediksi akan meningkat sekitar 10 persen lebih dibandingkan jumlah sampah yang ada saat ini.

“Untuk angka pastinya, kami masih dalam proses mapping dulu. Kan ini masih proses di awal. Dan untuk kepastian angka atau akuntabilitas angka itu juga harus liat proses di lapangan. Kan teman-teman baru memetakan,” ucap Bambang.

Dengan demikian, potensi sampah yang paling banyak berasal dari sampah organik.

Baca Juga :  Misteri Hilangnya Warga Gowongan Jogja, Meninggalkan Surat di Pantai Pandan Payung Bantul

Hal ini disebabkan oleh jenis produk yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak, yaitu makanan yang bergizi seimbang.

Sementara itu, sampah anorganik kemungkinan tidak sebanyak sampah organik.

Hal ini karena program unggulan Presiden Kedelapan RI akan diterapkan dengan penggunaan tempat makan yang dapat dipakai berulang kali, bukan sekali pakai.

“Maka, kami dorong sekolah-sekolah untuk berpartisipatif menggerakkan sekolah adiwiyata, supaya sampah organik dan an organik bisa diselesaikan di sekolah juga,” tutup Bambang yang juga merupakan mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Bantul.