Pintasan.co, Bantul – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bantul mencatat ada 40 lokasi pembakaran sampah tanpa izin yang tersebar di dua kalurahan, yaitu Kalurahan Sitimulyo, Kapanewon Piyungan, dan Kalurahan Bawuran, Kapanewon Pleret.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan DLH Kabupaten Bantul, Rudy Suharta, menyatakan bahwa jumlah titik pembakaran tanpa izin yang terdeteksi semakin bertambah sejak penutupan TPST Piyungan.
“Kita punya datanya dan terdeteksi. Terus asal sampahnya dari mana, kita juga sudah tahu,” katanya.
Sampah yang dibakar di lokasi-lokasi pembakaran tanpa izin tersebut bukanlah sampah residu, melainkan sampah biasa atau sisa dari proses pemilahan sampah.
Ia mengaku telah sering memberikan edukasi agar masyarakat tidak membakar sampah secara sembarangan.
Apalagi pembakaran sampah menggunakan tungku pembakaran tak berizin, sangat dilarang karena dinilai berpotensi menganggu lingkungan setempat.
“Tapi, kalau pun izin, ya izin itu juga harus ada standarnya. Jadi misalnya di bakar di atas suhu 700 derajat celcius. Kemudian, alatnya sudah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Lingkungan,” ucapnya.
Saat ini, pihaknya masih menunggu arahan dari atasan untuk melaksanakan penegakan hukum terhadap pihak yang membakar sampah tanpa izin.
“Jadi jelas bakal ada penertiban. Tapi itu ranahnya di Satuan Polisi Pamong Praja. Karena pembakaran sampah tak berizin itu kan mengganggu kesehatan,” papar Rudy.
Hingga saat ini, larangan terkait pembakaran sampah tanpa izin atau penggunaan cerobong asap tanpa izin tercantum dalam
Undang-Undang namun belum diatur dalam peraturan daerah. Sementara itu, salah satu pengepul sampah di Kalurahan Bawuran, yang berinisial R, mengaku terpaksa membakar sampah menggunakan tungku pembakaran meskipun belum memiliki izin.
Pasalnya, sampah yang masuk ke lokasinya adalah sampah campur.
“Jadi, nanti dipilah. Yang masih bisa dipilah dan dijual ya dipilah dan dijual. Kalau yang enggak bisa ya dibakar. Kalau enggak seperti ini kita mau gimana lagi? Kan ekonomi sulit, mencari pekerjaan juga sulit, yang penting kita bisa menjaga ketertiban,” katanya.
R berpendapat bahwa usaha tersebut tidak mengganggu warga karena lokasinya cukup jauh dari pemukiman.
Namun, di sekitar area usaha tersebut, terdapat beberapa pengepul yang melakukan kegiatan serupa, seperti memilah dan membakar sampah tanpa izin.
“Kan ini juga sudah ada aturan bersama. Jadi, pembakaran mulai pukul 08.00 WIB sampai 16.00 WIB. Kan di sini ada banyak yang punya usaha sama. Ada 200-an lebih (pengepul sampah) di sekitar saya,” tandas dia.