Pintasan.co, Jakarta – Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia, Hermono, mengimbau seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Malaysia secara tidak sah untuk segera pulang ke tanah air melalui Program Repatriasi Migran 2.0 yang mulai diberlakukan pada Senin (19/5).
Dalam siaran langsung melalui akun Facebook Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur pada Minggu, Hermono menyampaikan harapannya agar para WNI yang berstatus pendatang tanpa izin (PATI) memanfaatkan kesempatan ini sebelum program berakhir pada Mei 2026.
“Jadi saya menghimbau dengan sangat agar teman-teman ini memanfaatkan keringanan denda yang diberikan Kerajaan Malaysia untuk kembali ke Indonesia. Jadi jangan sampai menunggu-nunggu nanti akhirnya malah, ya namanya kita enggak tahu ya, kena tangkap, nanti malah repot semua,” ujarnya.
Hermono juga mengingatkan bahwa semua WNI yang bekerja di luar negeri harus mematuhi peraturan negara setempat, sebagaimana warga asing juga diwajibkan mengikuti ketentuan hukum keimigrasian di Indonesia.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Malaysia, Saifuddin Nasution Ismail, menyatakan bahwa program repatriasi ini hanya berlaku di Semenanjung Malaysia dan Wilayah Persekutuan Labuan, dan tidak mencakup mereka yang sebelumnya sudah mendaftar tapi gagal keluar dari Malaysia.
Selain itu, program ini tidak bisa diikuti oleh individu yang masuk daftar hitam Imigrasi Malaysia, memiliki surat penangkapan, atau sedang dicari oleh aparat hukum.
Peserta program akan dikenakan biaya denda sebesar RM500 (sekitar Rp1,8 juta) untuk pelanggaran seperti masuk dan tinggal tanpa dokumen sah, serta overstay.
Pelanggaran administratif terkait dokumen imigrasi dikenai denda RM300 (sekitar Rp1,2 juta). Peserta juga wajib membayar pas khusus sebesar RM20 (sekitar Rp56 ribu).
Untuk anak-anak di bawah usia 18 tahun yang tinggal di Malaysia secara ilegal, denda dikecualikan, namun tetap harus membayar biaya pas khusus.
Sementara itu, pasangan WN Malaysia yang overstay harus mengurus penyesuaian pas di Kantor Imigrasi.
Saifuddin menegaskan pentingnya peran berbagai pihak — mulai dari perwakilan negara, majikan, hingga komunitas migran — untuk menyebarluaskan informasi dan mendorong partisipasi lebih awal dalam program ini agar tidak terjadi lonjakan pada masa akhir pendaftaran.