Pintasan.co, Jakarta – Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengonfirmasi adanya ‘pasukan pembunuh’ di Filipina saat ia menjabat sebagai wali kota Davao City. Kelompok ini digunakan untuk mengatasi kejahatan di negara tersebut.
Duterte menyatakan bahwa anggota kelompok tersebut terdiri dari polisi. “Itu tugas polisi,” ungkapnya, seperti dikutip oleh Reuters.
Ketika masih menjabat sebagai presiden, dua mantan polisi telah bersaksi di depan anggota senat Filipina bahwa mereka adalah bagian dari kelompok pembunuh yang digunakan Duterte untuk menjaga keamanan negara.
Namun, pernyataan ini tampaknya bertentangan dengan keterangan Duterte saat menghadiri penyelidikan senat mengenai pembunuhan para pengedar narkoba ilegal pada Senin (28/10) lalu.
Pada kesempatan itu, ia mengakui bahwa kelompok yang dibentuknya saat menjadi wali kota Davao City terdiri dari gangster, bukan polisi.
“Saya bisa membuat pengakuan sekarang jika Anda mau. Saya punya regu pembunuh yang terdiri dari tujuh orang. Namun, mereka bukan polisi, mereka gangster,” ujar Duterte.
Duterte kemudian menjelaskan bahwa ia sama sekali tidak pernah meminta kelompok pembunuh itu untuk menyerang orang-orang yang tidak bersalah. Sebaliknya, ia meminta kelompok tersebut untuk melindunginya saat menjabat sebagai wali kota Davao City.
“(Kelompok pembunuh tersebut digunakan) untuk memberi semangat kepada penjahat agar melawan. Jika mereka melawan, bunuh mereka sehingga masalah saya di kota ini akan terpecahkan,” tambah Duterte.
Kelompok pembunuh ini diduga terlibat dalam sekitar 1.400 kasus pembunuhan terkait pengedar narkoba di Filipina selama 22 tahun Duterte menjabat sebagai wali kota Davao City.
Selama masa itu, tercatat lebih dari 6.200 anggota kelompok pengedar narkoba tewas akibat penumpasan yang dilakukan Duterte.
Tindakan brutalnya terhadap kelompok narkoba ini mendapat kecaman dari komunitas internasional, dengan International Criminal Court (ICC) menuduh Duterte melakukan tindakan genosida.
Namun, Duterte dilaporkan menarik tuduhan tersebut dari ICC pada 2019, beralasan bahwa tindakan pemberantasan narkoba yang dilakukannya sebagai Presiden Filipina tidak melanggar hukum.