Pintasan.co, Jakarta – Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, mengambil langkah tegas terhadap sejumlah perusahaan pupuk yang terbukti memproduksi pupuk dengan kualitas di bawah Standar Nasional Indonesia (SNI) dan melakukan pemalsuan dokumen terkait mutu produk mereka.
Tindakan ini mencakup pencabutan izin edar dan pemberian sanksi blacklist terhadap perusahaan-perusahaan yang bersangkutan.
Perusahaan yang dicabut izin edarnya antara lain CV Mitra Sejahtera dari Semarang (merek Sangkar Madu), CV Barokah Prima Tani dari Gresik (merek Godhong Prima), PT Multi Alam Raya Sejahtera dari Gresik (merek MARS), dan PT Putra Raya Abadi (merek Gading Mas).
Selain itu, sanksi blacklist juga diberikan kepada penyedia pupuk lainnya, yakni CV Mitra Sejahtera (MS), Koperasi Produksi Pesantren Nusantara (KPPN), PT Inti Cipta Sejati (ICS), dan PT Putra Raya Abadi (PRA).
Keputusan ini diambil setelah hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa kualitas produk pupuk tersebut jauh dari standar yang ditetapkan SNI dan tidak memenuhi spesifikasi yang diharapkan.
Bahkan, untuk merek Godhong Prima, ditemukan adanya dugaan manipulasi dokumen uji kelayakan oleh pihak penyedia.
Amran menegaskan, “Petani adalah prioritas kami. Ketika ada pihak yang berusaha memanipulasi dan merugikan mereka, itu sama saja dengan mengkhianati masa depan pertanian Indonesia. Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan tegas.”
Proses ini dimulai setelah adanya laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti dengan uji laboratorium di dua laboratorium terakreditasi.
Sampel pupuk diambil dari gudang produksi di Kabupaten Gresik dan Kota Semarang, dan hasilnya menunjukkan bahwa empat merek pupuk yang diproduksi oleh penyedia tersebut tidak memenuhi standar kelayakan.
Investigasi lebih lanjut juga mengungkapkan adanya manipulasi dokumen. Keempat perusahaan tersebut menyertakan analisis yang mengklaim berasal dari PT Sucofindo Surabaya sebagai bukti kelayakan, tetapi setelah dikonfirmasi, dokumen tersebut ternyata bukan dokumen resmi dari PT Sucofindo.
Amran menambahkan, “Ini bukan hanya soal kualitas pupuk yang buruk, tapi juga tentang kepercayaan. Manipulasi seperti ini sangat merugikan negara dan melemahkan sistem pengadaan pupuk nasional. Kami tidak akan memberi toleransi untuk tindakan seperti ini.”
Keputusan pembatalan kontrak pengadaan pupuk senilai Rp18,7 miliar pun diambil untuk mencegah kerugian negara dan melindungi petani dari produk yang tidak memenuhi standar.
Rincian nilai kontrak yang dibatalkan mencakup KPPN sebesar Rp6 miliar, PT ICS Rp3,3 miliar, CV MS Rp1,9 miliar, dan PT PRA Rp7,5 miliar.