Pintasan.co – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa kondisi hak asasi manusia di Papua belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Kesimpulan tersebut didasarkan pada catatan yang menunjukkan terdapat 113 insiden pelanggaran hak asasi manusia selama tahun 2023.

Atnike, Ketua Komnas HAM, menyampaikan bahwa angka tersebut merupakan hasil pemantauan kasus-kasus yang dilaporkan oleh media. Beliau menambahkan bahwa banyak dari insiden tersebut merupakan bentuk dari konflik kekerasan.

“Secara umum dapat dikatakan bahwa situasi HAM di Papua belum membaik, hal ini dapat dilihat dari jumlah peristiwa terkait pelanggaran HAM pada 2023 sebanyak 113 peristiwa, Ini hanya yang di-monitoring dari pemberitaan di media, dan dari 113 kasus tersebut 80 di antaranya berdimensi kekerasan dan konflik bersenjata,” ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dikutip dari detik com.

Komnas HAM mendesak pemerintah untuk menerapkan pendekatan kemanusiaan dalam menangani kekerasan bersenjata di Papua. Pendekatan tersebut dinilai penting mengingat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyatakan bahwa selama tahun 2023, eskalasi kekerasan di Papua tidak menunjukkan penurunan.

Sementara itu, Aliansi Mahasiswa Papua menyoroti berlanjutnya kekerasan yang dipicu oleh penggunaan pendekatan militer bersenjata di Tanah Papua selama lima bulan terakhir. Laporan dari KontraS mengindikasikan bahwa pada periode Januari hingga Februari 2024, telah tercatat setidaknya tujuh insiden kekerasan yang mengakibatkan enam orang mengalami luka dan empat orang lainnya meninggal dunia.

Jenis tindak kekerasan yang tercatat termasuk penembakan, penyiksaan, dan penangkapan sewenang-wenang. Berdasarkan data yang dikumpulkan, beberapa korban adalah warga sipil, termasuk anak-anak.

Tingginya jumlah kekerasan di Papua berkorelasi langsung dengan penerapan pendekatan keamanan yang bersifat militeristik oleh pemerintah hingga saat ini. Pola pendekatan ini terbukti menjadi salah satu faktor penyebab terulangnya insiden kekerasan di Tanah Papua.

Baca Juga :  Kemenkumham Sulsel dan Ditjen Imigrasi Jalin Sinergi Optimalkan Layanan melalui Bagian Umum

Diperkirakan bahwa insiden serupa akan terus terjadi di Tanah Papua kecuali pemerintah melakukan pengkajian ulang dan evaluasi mendalam terhadap pendekatan keamanan dan operasi militer yang sedang dijalankan.

Lebih lanjut, inisiatif oleh Panglima TNI untuk membentuk Komando Operasi Habema dikhawatirkan akan memperburuk situasi dan tidak menjamin penghentian kekerasan serta pelanggaran hak asasi manusia tanpa adanya evaluasi yang komprehensif dan upaya dialog serta penyelesaian secara damai.

Selama tahun 2023, pemantauan kami mencatat setidaknya 49 insiden kekerasan terhadap warga sipil, yang meliputi tindakan penembakan, penganiayaan, penangkapan sewenang-wenang, intimidasi, dan penyiksaan. Akibat dari serangkaian peristiwa tersebut, terdapat 67 korban mengalami luka-luka dan 41 korban kehilangan nyawa.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah untuk menerapkan pendekatan berbasis hak asasi manusia dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.

Selanjutnya, Komnas HAM juga menekankan pentingnya profesionalitas aparat penegak hukum dalam mengeliminasi praktik kriminalisasi serta menjamin kebebasan berpendapat dan berkumpul di Papua. Hal ini menjadi penting mengingat masih adanya penangkapan aktivis Papua dengan tuduhan yang bersifat elastis, seperti tuduhan makar.

Lebih lanjut, Komnas HAM mendesak pemerintah untuk merevisi konsep pembangunan di Papua, yang harus didasarkan pada prinsip penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, sesuai dengan konteks khusus yang ada di daerah tersebut.

Penulis : Umi Hanifah (Content Writer Pintasan.co)