Pintasan.co, Jakarta – Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengkritik usulan Komisi III DPR yang meminta agar polisi tidak lagi menggunakan senjata api, dengan menyebutkan bahwa usulan tersebut terlalu terburu-buru.
Menurut Sugeng, kepolisian masih sangat membutuhkan senjata api sebagai alat perlindungan, baik untuk diri mereka sendiri maupun masyarakat, mengingat tingginya tingkat kejahatan yang terjadi di Indonesia.
“Penggunaan senjata api tentunya untuk melindungi masyarakat dari ancaman kekerasan yang membahayakan jiwa, baik masyarakat maupun petugas polisi itu sendiri,” ujar Sugeng dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Sugeng juga menyoroti kurangnya regulasi yang ketat mengenai penggunaan senjata api di kalangan aparat penegak hukum.
Ia berpendapat bahwa meskipun ada syarat-syarat umum mengenai penggunaan senjata api, belum ada peraturan yang secara khusus mengatur pengawasan dan pengendalian penggunaan senjata api oleh anggota polisi.
“Yang diperlukan adalah peraturan khusus mengenai pengawasan dan pengendalian penggunaan senjata api oleh anggota Polri. Syarat psikologis memang ada, namun itu tidak cukup. Pemeriksaan psikologis perlu dilakukan secara berkala, setidaknya setiap enam bulan,” tambah Sugeng.
Ia juga mengusulkan agar anggota polisi yang memegang senjata api harus menjalani pemeriksaan kondisi mental secara rutin.
Jika terbukti ada gangguan psikologis, senjata api mereka harus segera ditarik hingga kondisi mental mereka membaik.
Buntut Insiden tragis penembakan siswa SMK
Pernyataan IPW ini muncul setelah insiden tragis penembakan yang menewaskan seorang siswa SMKN 4 Semarang, GRO (17), pada 24 November 2023.
Kasus tersebut menjadi salah satu pemicu bagi Komisi III DPR untuk memanggil Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar beserta jajarannya guna meminta penjelasan terkait peristiwa tersebut.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengungkapkan bahwa pihaknya akan melanjutkan pembahasan mengenai usulan penggunaan senjata api oleh polisi dalam rapat berikutnya dengan pihak kepolisian.
Ia juga menegaskan bahwa kasus penembakan terhadap siswa tersebut tidak hanya akan diselesaikan lewat jalur etik, melainkan juga pidana.
“Kasus ini akan menjadi bahan evaluasi bagi kita, apakah mekanisme penggunaan senjata api oleh polisi sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Kami juga akan membahasnya dengan instansi terkait, terutama kepolisian,” jelas Habiburokhman.
Sebelumnya, anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta, mengajukan pertanyaan terkait relevansi polisi yang masih memegang senjata api, mengingat senjata api telah menimbulkan korban jiwa.
Ia bahkan mengungkapkan bahwa beberapa kajian menyarankan agar polisi di masa depan hanya dilengkapi dengan alat non-mematikan seperti pentungan, mirip dengan praktik yang diterapkan di negara-negara maju.
Wayan menambahkan, jika polisi tetap diperbolehkan memegang senjata api, maka senjata tersebut harus digunakan dengan bijak dan hanya untuk melindungi rakyat, bukan malah menjadi ancaman bagi mereka.
“Jika senjata masih dipertahankan, harus digunakan dengan hati-hati dan tidak untuk melukai rakyat,” ujar Wayan.
Usulan ini mengundang berbagai tanggapan dari masyarakat dan pihak-pihak terkait. Sementara itu, Sugeng menekankan pentingnya untuk menciptakan regulasi yang lebih ketat terkait penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian guna memastikan keamanan dan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.