Pintasan.co, Jakarta – Tindakan Israel memutus pasokan listrik ke Jalur Gaza dianggap sebagai “pelanggaran jelas” terhadap kesepakatan gencatan senjata, menurut anggota biro politik Hamas, Izzat Al-Risheq.
“Keputusan penjajah untuk memutus aliran listrik, menutup lalu lintas perbatasan, memblokade masuknya bantuan dan bahan bakar, serta membuat rakyat kami kelaparan adalah contoh dari hukuman kolektif yang merupakan tindak kejahatan,” ujar Al-Risheq melalui akun Telegram-nya, Senin.
Ia menyebut langkah tersebut sebagai “tindakan putus asa untuk memberi tekanan kepada rakyat dan perlawanan Palestina melalui kebijakan pemerasan yang tidak bisa diterima.”
Pada Minggu, Eli Cohen, pejabat energi tinggi Israel, mengungkapkan bahwa mereka telah memutuskan untuk menghentikan pasokan listrik ke Jalur Gaza sebagai cara untuk menekan Hamas agar membebaskan sandera.
Perusahaan listrik Israel menyatakan bahwa saat ini Jalur Gaza tidak lagi menerima aliran listrik setelah sempat dipulihkan untuk operasional sistem pembuangan limbah di wilayah tersebut.
Israel memutuskan pasokan listrik setelah melarang masuknya bantuan kemanusiaan pada 2 Maret. Mereka juga mengancam akan terus memberi tekanan pada Hamas terkait penolakan perpanjangan gencatan senjata di Gaza sesuai rencana Amerika Serikat, serta pembebasan sandera.
Sebelumnya, dari 19 Januari hingga 1 Maret, gencatan senjata yang disepakati antara Israel dan Hamas berlaku di Jalur Gaza, dengan pertukaran sandera Israel dan Palestina sesuai kesepakatan. Selama periode tersebut, Hamas membebaskan 30 sandera yang masih hidup serta delapan jenazah sandera yang telah meninggal.
Sebagai balasannya, Israel membebaskan sekitar 1.700 tahanan Palestina, termasuk yang divonis seumur hidup, serta menarik pasukan militernya dari area internal Jalur Gaza.
Hingga kini, dilaporkan masih ada 59 sandera Israel di Jalur Gaza, dan setengahnya telah dinyatakan meninggal.