Pintasan.co, Jakarta – Pemerintah Jerman menyatakan keprihatinan mendalam terhadap ancaman Iran yang berencana menutup Selat Hormuz, jalur vital bagi distribusi minyak dan gas dunia.

Pernyataan ini disampaikan pada Senin (24/6), menanggapi meningkatnya ketegangan di kawasan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman, Christian Wagner, mengatakan kepada wartawan di Berlin bahwa pemerintah Jerman sangat mencermati situasi tersebut.

“Kami tentu saja memandang ancaman yang disampaikan dengan keprihatinan besar,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa sikap Jerman tidak berubah, sejalan dengan pandangan Menteri Luar Negeri dan pemimpin negara-negara Eropa lainnya (Jerman, Prancis, Inggris atau E3).

“Saya percaya bahwa apa yang telah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Jerman dan para pemimpin negara E3 (Jerman, Prancis, Inggris) tetap berlaku: semua pihak harus menahan diri dari tindakan yang bisa memperburuk situasi,” jelas Wagner.

Juru bicara pemerintah lainnya, Stefan Kornelius, menegaskan bahwa Berlin terus memantau perkembangan di Selat Hormuz dengan seksama.

Ancaman penutupan Selat Hormuz muncul setelah parlemen Iran menyetujui rancangan undang-undang yang memungkinkan pelarangan aktivitas angkatan laut asing di kawasan tersebut.

Keputusan ini disebut sebagai respons atas serangan udara Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir di Iran.

“Parlemen telah sampai pada kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup,” ungkap Mayor Jenderal Esmaeil Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional Parlemen Iran, dalam pernyataannya kepada media pemerintah Press TV.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa keputusan akhir akan berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.

Ketegangan antara Iran dan Israel terus meningkat sejak 13 Juni 2025, ketika Israel meluncurkan serangan udara ke berbagai fasilitas militer dan nuklir di Iran, yang kemudian dibalas oleh Iran.

Baca Juga :  Kamboja Gugat Thailand ke Mahkamah Internasional Terkait Sengketa Empat Wilayah Perbatasan

Amerika Serikat turut terlibat dalam eskalasi ini dengan meluncurkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran pada Minggu pagi (22/6).

Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa serangan tersebut berhasil menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur nuklir Iran.