Pintasan.co, Jakarta – Dalam sebuah pidato yang mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menceritakan pengalaman mencemaskan yang dialaminya ketika hendak mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia pada tahun 2018.
Dalam pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 di Hotel Alila, Kota Surakarta, Jokowi mengungkapkan kekhawatiran yang disampaikan oleh sejumlah pihak kepadanya mengenai kemungkinan terjadinya upaya untuk menggulingkan pemerintah dan ancaman terhadap integritas wilayah Papua.
“Bahkan saat kami sedang berusaha mengambil alih Freeport, banyak yang membisiki saya, ‘Pak, hati-hati, Papua bisa lepas. Pak hati-hati, Bapak bisa digulingkan. Pak hati-hati’,” ujar Jokowi, menggarisbawahi betapa seriusnya situasi tersebut. Pernyataan ini mencerminkan ketegangan yang melatarbelakangi proses akuisisi yang bernilai besar dan strategis bagi Indonesia.
Jokowi menjelaskan bahwa sebelumnya, Indonesia hanya memiliki 9 persen saham di Freeport, tetapi kini telah berhasil meningkatkan kepemilikan menjadi 51 persen, dan dalam waktu dekat diperkirakan akan menjadi 61 persen.
“Hati-hati kalau kita bicara Freeport, sekarang bukan miliknya Amerika. Karena orang masih ‘wah Freeport’, itu sudah milik Indonesia,” tegasnya, menunjukkan kebanggaan atas pencapaian ini.
Lebih lanjut, Jokowi mengkritik sikap Freeport yang selama 55 tahun beroperasi di Indonesia tidak mau membangun smelter di dalam negeri. Ia menduga bahwa keputusan tersebut terkait dengan keuntungan yang lebih besar dari pengolahan emas dibandingkan tembaga.
“Selama ini, mereka tidak mau membangun smelter, karena mereka tidak hanya mengolah tembaga, tetapi juga emas yang nilainya jauh lebih tinggi,” katanya.
Presiden juga memprediksi bahwa Freeport kemungkinan memproduksi antara 40 hingga 50 ton emas setiap tahunnya. Hal ini semakin memperkuat argumennya bahwa Indonesia perlu melakukan hilirisasi, yang salah satunya akan diwujudkan dengan pembangunan smelter di Gresik.
“Nanti kita punya smelter sendiri di Gresik. Kita akan tahu berapa ton emas setiap tahun yang hilang dari Tanah Air Indonesia selama 50-an tahun,” tambah Jokowi, menekankan pentingnya pengolahan sumber daya alam yang lebih menguntungkan bagi negara.
Dengan penguasaan yang lebih besar atas sumber daya alam, Jokowi berharap Indonesia dapat memaksimalkan manfaat dari kekayaan mineralnya untuk kepentingan ekonomi nasional.
Pidato ini bukan hanya mencerminkan kebanggaan terhadap capaian pemerintahan, tetapi juga menunjukkan komitmen untuk menjaga stabilitas dan integritas wilayah, serta berupaya menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, Jokowi menekankan perlunya Indonesia untuk memiliki kontrol penuh atas sumber daya alamnya.
Ini menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa sumber daya yang dimiliki tidak hanya dikelola untuk keuntungan asing, tetapi juga untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Dalam konteks ini, Jokowi menegaskan bahwa hilirisasi dan pengembangan infrastruktur yang terkait adalah langkah krusial menuju kemandirian dan keberlanjutan ekonomi Indonesia.