Pintasan.co – Wacana mengenai kabinet Prabowo Subianto, presiden terpilih hasil Pilpres 2024, menjadi sorotan dalam sepekan terakhir.

Kabinet tersebut direncanakan akan terdiri dari 40 kementerian, meningkat dari 34 saat ini. Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa komposisi kabinet Prabowo akan didominasi oleh kalangan profesional atau ahli, sementara alokasi menteri dari partai politik akan lebih sedikit.

Dalam sejarah politik Indonesia, yang menonjol adalah konsep kabinet zaken, yaitu kabinet yang beranggotakan figur-figur profesional.

Kabinet zaken adalah kabinet di mana anggotanya dipilih berdasarkan keahlian, bukan sebagai representasi dari partai politik tertentu.

Menurut jurnal Menapaki Konstitusional Menuju Zaken Kabinet: Ikhtiar Mewujudkan Pemerintah Berkualitas Konstitusi, kabinet zaken adalah kabinet yang terdiri dari para profesional dan ahli di bidangnya, sering disebut juga sebagai business cabinet.

Namun, anggota kabinet zaken masih dapat berasal dari partai politik. Tujuan utamanya adalah mencegah disfungsi dalam kabinet, meningkatkan kinerja menteri, serta menghindari potensi korupsi oleh anggota kabinet.

Susunan kabinet Prabowo Subianto diperkirakan akan final sebelum pelantikan pada 20 Oktober 2024. Dasco memprediksi bahwa penentuan nomenklatur kementerian/lembaga (K/L) dan penunjukan individu akan selesai pada H-7 atau H-5 sebelum pelantikan.

Dalam sejarahnya, kabinet zaken muncul antara tahun 1957 hingga 1959, setelah negara mengalami beberapa periode ketidakstabilan.

Salah satu contoh kabinet zaken adalah Kabinet Djuanda, yang menjabat dari 9 April 1957 hingga 5 Juli 1959. Kabinet ini dikenal sebagai kabinet zaken atau kabinet ekstra-parlementer karena dibentuk tanpa memperhitungkan jumlah kursi di parlemen.

Konsep ini pernah diterapkan pada Kabinet Natsir yang dibentuk pada 6 September 1960. Dalam kabinet tersebut, Sjafruddin Prawiranegara menjabat sebagai Menteri Keuangan, sementara Soemitro Djojohadikusumo menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian.

Baca Juga :  MPR Konfirmasi Anies dan Ganjar akan Hadiri Pelantikan Prabowo-Gibran

Natsir, yang saat itu merupakan kader Masyumi, tidak memasukkan PNI dalam kabinetnya, meskipun PNI merupakan partai dengan kursi terbesar kedua di parlemen.

Kabinetnya diisi oleh partai-partai kecil seperti PSI, PSII, PIR, Parindra, Partai Katolik, dan Fraksi Demokrasi. Selain itu, kader PNI Wilopo dilaporkan berencana membentuk kabinet serupa dengan melibatkan PSI, PSII, Parkindo, Parindra, Masyumi, Partai Katolik, dan Partai Buruh.

Kemunculan kabinet zaken terkait erat dengan perubahan politik pada akhir era Demokrasi Liberal dan awal era Demokrasi Terpimpin.

Presiden Soekarno mengusulkan konsep Demokrasi Terpimpin sebagai alternatif terhadap Demokrasi Liberal, yang dianggap tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.

Salah satu implementasi dari konsep ini adalah pembentukan Kabinet Djuanda yang langsung diatur oleh Presiden Soekarno. Kabinet ini terbukti efektif dalam melaksanakan program-programnya, termasuk Deklarasi Djuanda.

Meski demikian, konsep kabinet zaken bukan dimaksudkan untuk menghilangkan peran partai politik dalam pemerintahan.

Partai politik tetap menjadi pilar utama dalam sistem demokrasi modern dan harus berperan aktif dalam pengelolaan negara.

Namun, kabinet zaken diharapkan lebih fokus pada kepentingan rakyat daripada kepentingan partai politik. Kabinet berbasis politik seringkali menghadapi konflik kepentingan, di mana menteri mungkin terpaksa melayani publik dan partainya secara bersamaan.