Pintasan.co, Semarang – Angka korban Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) di Kota Semarang tergolong tinggi.
Namun, ketersediaan layanan rumah aman bagi para korban KTD masih sangat terbatas.
Hal tersebut disampaikan oleh Nurul Layalia, Advokat Publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Semarang.
Ia menyatakan bahwa keterbatasan rumah aman bagi korban KTD berdampak pada terabaikannya hak-hak mereka.
“Rumah aman bagi korban KTD di kota Semarang sangat minim dan terbatas, termasuk layanan rumah aman yang dikelola Dinas Sosial Pemkot Semarang dan Pemprov Jateng ,” terangnya selepas diskusi publik di Sekretariat AJI Kota Semarang, Jumat (14/3/2025) malam.
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh Sri Lucky Indri Yani dan rekan-rekan berjudul “Pengaruh Sosial Ekonomi dan Peran Keluarga Terhadap Perilaku Seksual Remaja di SMA Kesatrian 1 Kota Semarang”, disebutkan bahwa pada tahun 2018-2019, terdapat 91 kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada remaja di Kota Semarang yang disebabkan oleh perilaku seksual pranikah.
Selain itu, kasus KTD ini berpotensi memicu terjadinya aborsi.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN, 2023) memperkirakan bahwa terjadi sekitar 2,4 juta kasus aborsi setiap tahun, dengan 700 ribu di antaranya melibatkan remaja.
Selain itu, Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) juga dapat mendorong terjadinya tindak pidana pembuangan bayi. Dalam dua tahun terakhir, tercatat ada 10 kasus pembuangan bayi di Kota Semarang.
Pada tahun 2023 tercatat lima kasus pembuangan bayi di mana tiga bayi meninggal dunia dan dua lainnya selamat.
Sementara itu pada tahun 2024, terjadi lima kasus dengan satu bayi meninggal dunia dan empat bayi lainnya selamat.
Untuk mencegah hal itu, Layalia menyarankan para korban KTD ketika mendapatkan persoalan tersebut langkah awal yang harus dilakukan adalah harus menghubungi orang terdekat atau orang terpercaya untuk menceritakan kondisinya.
“Dari situlah bisa dipetakan kebutuhan korban. Setelah itu, langsung mengakses konseling pemulihan psikologis, bantuan hukum dan pemeriksaan medis,” katanya.
Setelah itu, korban KTD dapat mengakses berbagai layanan salah satunya melalui situs https://carilayanan.com/.
Korban juga dapat menghubungi Perkumpulan Samsara sebuah lembaga yang fokus pada kesehatan reproduksi dan penyediaan akses aborsi yang aman.
“Rumah aman di luar pemerintah juga ada seperti Griya Welas Asih dan Rumah Aira,” paparnya.
Dia mengingatkan agar korban KTD tidak merasa sendiri atau putus asa. Korban tetap berhak untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan berhak menentukan apakah kehamilannya akan dilanjutkan atau dihentikan.
“Karena itu merupakan hak asasi sehingga jangan pernah takut untuk speak up,” tuturnya.