Pintasan.co, Semarang – Kawasan Kauman di Semarang telah lama dikenal sebagai pusat Al-Qur’an. Pemandangan santri baik putra maupun putri yang berjalan sambil membawa Al-Qur’an menjadi pemandangan khas di daerah ini.
Terdapat banyak pondok pesantren penghafal Al-Qur’an yang tersebar di kawasan tersebut. Salah satunya adalah Pondok Pesantren Raudhatul Qur’an, yang memiliki 25 bangunan pondok yang tersebar di seluruh Kauman.
Pondok ini menjadi salah satu tempat yang menghasilkan penghafal Al-Qur’an terbanyak di Jawa Tengah. Sejak tahun 1950-an hingga saat ini, sudah ratusan hafiz dan hafizah yang lulus dari pondok ini.
Setiap sore usai salat Asar, para santri mengadakan tradisi Semaan Al-Qur’an di Mushola Raudhatul Qur’an, yang terletak di Jalan Kauman Kampung Glodong, Bangunharjo, Kecamatan Semarang Tengah.
Para santri berasal dari 25 asrama, di antaranya Asrama Arrodliyah, Asrama As Safinah, Kastamah, Mulyono, Cholil, At Turmudzi, Abdulloh Kauman Getekan, dan Habib Toha Al Munawar.
Selain itu, terdapat juga Asrama Muhyidin, Tosim, Abdulloh bin Salim, As’ad Farida, Habib Idrus – Sayidin, Syarifah Zenah Al Haddad, Asatidz, Mu’alimat, dan lainnya. Mereka duduk berbaris, membuka Al-Qur’an, dan secara bergantian menyetorkan hafalan mereka.
Santri pemula umumnya memulai hafalan dengan surat-surat pendek seperti Yasin, Al-Mulk, dan Juz 30. KH Khammad Mas’um, pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Qur’an, menyatakan bahwa kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap hari.
“Rutin pukul 05.30, 15.00 dan 18.00 WIB. Santri putra sekitar 70 orang, santri putri 270-an, yang ikut semaan yang tidak sedang haid,” tuturnya, Senin (24/3/2025).
Santri yang belajar di pondok ini sepenuhnya fokus pada hafalan Al-Qur’an dan belum mengikuti pendidikan formal sebelumnya. Saat ini, ada sekitar 300 santri yang aktif dalam kegiatan hafalan Al-Qur’an.
KH Khammad menyebutkan bahwa sekitar 400 alumni Raudhatul Qur’an telah menjadi hafiz. Jumlah ini kemungkinan lebih banyak karena tidak semua alumni tercatat secara resmi. Para alumni umumnya mengajar Al-Qur’an, membuka majelis, atau mendirikan pondok pesantren.
“Santri kami tidak hanya dari Semarang, tapi dari seluruh Indonesia. Ada dari luar Jawa juga seperti Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi,” pungkasnya.