Pintasan.co, Semarang – Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Semarang nomor urut 2, Yoyok Sukawi dan Joko Santoso, berkomitmen untuk menjadikan Taman Batu Raden Saleh (TBRS) sebagai pusat budaya di Kota Semarang.
Pernyataan ini disampaikan Yoyok Sukawi saat berdialog dengan Ketua Dewan Kesenian Semarang (Dekase), Adhitia Armitrianto, di kompleks TBRS, Jalan Sriwijaya, Kecamatan Candisari, pada Senin (21/10/2024).
Yoyok juga menegaskan bahwa ia akan memberikan akses khusus kepada para pelaku seni dan budaya untuk memanfaatkan seluruh fasilitas yang tersedia di TBRS.
Dalam upaya pengembangannya, ia siap berkolaborasi dengan para seniman dan budayawan di Kota Semarang, karena ia percaya bahwa mereka adalah pengguna utama aset yang akan dibangun oleh pemerintah.
Selain fokus pada pengembangan TBRS, Yoyok juga berkomitmen untuk mendukung para pegiat seni, seniman, dan budayawan dengan membangun fasilitas atau ruang seni di setiap kecamatan.
Menurut Yoyok, seni dan budaya adalah sarana berekspresi serta produk kreativitas manusia yang merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, sangat penting bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendukung pengembangan serta menyediakan ruang bagi pelaku seni dan budaya untuk berekspresi dan berkarya.
“Kami ingin mengembalikan lagi masa kejayaan TBRS sebagai pusat kegiatan budaya dan seni,” katanya.
Ia menegaskan, akan merumuskan kebijakan-kebijakan khusus di TBRS saat menjabat sebagai Wali Kota Semarang nanti. Yoyok juga menyatakan bahwa ia tidak ingin menjadikan kawasan TBRS sebagai sumber pendapatan daerah, melainkan sebagai ruang untuk kebudayaan.
“Khususnya sebagai tempat untuk berkarya para seniman, budayawan, anak-anak muda yang memiliki semangat berkesian,” terangnya.
Untuk mewujudkan hal ini, Yoyok bersedia bekerja sama dengan pengusaha agar TBRS semakin berkembang dan ramah bagi para pegiat seni dan budaya.
Jika terpilih sebagai Wali Kota Semarang dalam Pilwakot Semarang, ia akan menerapkan kebijakan anggaran yang mendukung pengembangan seni dan budaya. Ia juga berkomitmen untuk mempermudah proses perizinan kegiatan dan pemanfaatan fasilitas di TBRS.
“Nantinya untuk misi pembinaan budaya, pelestarian budaya lokal dan juga misi memberi anak-anak muda kegiatan positif. Berarti kita tidak lagi menganggap TBRS ini sebagai target pendapatan,” paparnya.
Menurut Adhitia Armitrianto, Ketua Dewan Kesenian Semarang (Dekase), TBRS harus menjadi pusat kegiatan kebudayaan Kota Semarang dan harus memberikan kemudahan akses bagi para seniman dan budaya. Namun, masalah bagi seniman adalah biaya tinggi untuk menggunakan fasilitas gedung TBRS.
Ia berharap TBRS akan lebih eksis dan ramah bagi pegiat budaya selama kepemimpinan pemerintahan yang baru. Dia juga mengapresiasi upaya Yoyok Sukawi untuk membuat TBRS lebih mudah diakses oleh seniman dan budayawan.
“Jadi tentu saja segala macam pernak perniknya. Misalnya, pemerintah sudah bisa membangun gedung kesenian yang mewah dan megah, tapi kemudian teman-teman seniman tidak bisa mengakses karena harga sewanya yang mahal, nah ini kan persoalan. Kami berharap supaya bisa mengurai persoalan itu,” terangnya.
Lebih lanjut, ia berharap revitalisasi TBRS bisa dilanjutkan lagi. Adit juga meminta program Yoyok Sukawi yang akan membangun fasilitas budaya di tiap kecamatan terealisasi.
“Nah saya kira itu menarik. Jadi tidak hanya TBRS, jadi TBRS yang utama tapi tiap kecamatan harus ada juga ruang-ruang seni agar pegiat seni dan budaya bisa memiliki pilihan ruang berkreativitas,” tandasnya.