Pintasan.co, Jakarta – Beberapa akhir ini terdapat kasus yang terjadi yaitu seorang ayah kandung tidak menafkahi anaknya, dan faktanya hari ini banyak yang mengalami penelantaran anak padahal seorang ayah merupakan orang yang berkewajiban dalam menafkahi keluarganya, karena status ayah dalam keluarga adalah seorang kepala keluarga. Menafkahi keluarga yaitu menafkahi istri dan anak-anaknya.
Kewajiban ayah dalam menafkahi anak maupun istrinya ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (QS. Al-Baqarah: 33)
Secara hukum, seorang suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Bahkan, bagi yang beragama Islam, ketentuan nafkah dari suami ini diatur secara spesifik dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam yang mengatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung:
- Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;
- Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan
- Biaya pendidikan bagi anak.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menjelaskan dalam Pasal 26 tentang kewajiban atau tanggung jawab ayah sebagai orangtua, yaitu:
- Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.
- Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
- Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak.
- Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Sejalan dengan kewajiban suami untuk bertanggung jawab atas keluarganya, termasuk atas urusan nafkah, ketentuan Pasal 34 ayat (3) UU Perkawinan menerangkan bahwa istri berhak untuk mengajukan gugatan nafkah ke pengadilan jika seorang suami tidak menafkahi keluarganya (anak dan istri) sebagaimana kewajibannya.
Batas Usia Anak yang Wajib diberi Nafkah
Kewajiban untuk memelihara anak dilakukan hingga anak tersebut dewasa atau mampu berdiri sendiri. Tidak seperti UU Perkawinan, dalam Kompilasi Hukum Islam diatur mengenai kapan seseorang dapat dianggap dewasa atau mampu berdiri sendiri.
Berdasarkan ketentuan Pasal 98 ayat (1) KHI, batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
Lalu bagaimana Langkah hukumnya apabila seorang ayah tidak memberikan nafkah ?
Langkah Hukum
Bagi yang beragama Islam, gugatan tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Agama (PA) pada domisili/tempat kediaman suami selaku tergugat.
Sedangkan bagi yang beragama selain Islam, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri (PN). Lalu siapkan dokumen-dokumen seperti akta kelahiran anak, Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, bukti kebutuhan nafkah, dan bukti bahwa ayah tidak tidak memberi nafkah (keterangan dari ibu atau wali yang menanggung anak).
Jika ayah tetap tidak membayar setelah adanya putusan pengadilan, bisa mengajukan eksekusi seperti penyitaan asset atau gajih melalui pengadilan.
Terkait pengajuan gugatan, perlu diketahui bahwa gugatan nafkah suami ini dapat dilakukan tanpa mengajukan gugatan cerai.
Selain itu, penting untuk diketahui bahwa seorang suami atau ayah yang meninggalkan kewajibannya terhadap keluarganya dapat dijerat Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT yang mengatur ketentuan sebagai berikut.
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Bagi yang melanggar ketentuan tersebut, diancam pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda maksimal Rp15 juta.
Penulis : Faisal, SH. M.IP. CPM. CParb.