Pintasan.co, Semarang – Menjelang Hari Raya Idul Fitri, harga berbagai bahan pokok di Indonesia kembali melonjak signifikan.
Salah satu komoditas yang mencuri perhatian adalah cabai rawit merah, yang mengalami kenaikan harga sejak awal Maret 2025.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHati) Provinsi Jawa Tengah, harga cabai rawit merah naik sekitar Rp 10 ribu per kilogram sejak awal bulan, dan pada pekan keempat Maret mencapai Rp 82 ribu hingga Rp 90 ribu per kilogram.
Situasi ini bahkan lebih buruk di pasar tradisional, seperti Pasar Johar Karangayu, Semarang, di mana harga cabai rawit merah mencapai Rp 90 – 95 ribu per kilogram.
Fenomena ini menurunkan daya beli masyarakat yang terpaksa mengeluarkan lebih banyak uang untuk kebutuhan pokok mereka.
Nur Kholis, seorang warga Semarang, menyatakan keprihatinannya terhadap pola kenaikan harga ini.
Menurutnya, lonjakan harga bukan hanya fenomena tahunan, tetapi lebih kepada manipulasi pasar yang sering terjadi menjelang hari raya.
“Cuaca dari dulu seperti ini, kalau tidak hujan ya panas. Namun, cuaca selalu dijadikan kambing hitam setiap kali harga cabai naik,” ujar Nur.
Ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap alasan yang sering disampaikan oleh pemerintah dan pelaku usaha terkait fluktuasi harga.
Selain itu, ia menekankan bahwa setelah mengalami kenaikan, harga bahan pokok jarang kembali ke harga semula, yang semakin memperburuk beban ekonomi masyarakat kecil.
Menanggapi kondisi ini, Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, mengakui bahwa harga cabai rawit merah mengalami lonjakan terbesar, mencapai Rp 85 ribu per kilogram.
Untuk mengatasi kenaikan harga tersebut, pemerintah menerapkan strategi distribusi pasokan pangan yang merata antar daerah, sesuai dengan potensi wilayah masing-masing.
“Jika suatu daerah memiliki surplus bahan pangan tertentu seperti cabai atau bawang merah, maka distribusinya bisa diarahkan ke daerah yang mengalami kekurangan,” jelas Gubernur Luthfi dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah.
Upaya lain yang dilakukan adalah memperkuat koordinasi logistik antar daerah untuk meratakan harga.
Selain itu, faktor cuaca ekstrem dan serangan hama seperti patek juga disebut sebagai penyebab turunnya produksi cabai.
Kepala BPS RI, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa curah hujan tinggi di beberapa daerah, seperti Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Papua Tengah, berperan dalam penurunan kualitas dan kuantitas hasil pertanian.
Indeks Perkembangan Harga (IPH) di Jawa Tengah saat ini mencapai 2,23 persen, dengan cabai rawit, bawang merah, dan telur ayam ras sebagai kontributor utama kenaikan harga.
Tren inflasi selama Ramadan 2024 dan 2025 menunjukkan pola yang mirip, dengan kenaikan harga terjadi pada daging ayam dan bawang merah. Namun, untuk tahun ini, cabai rawit menjadi fokus utama.
Kenaikan harga cabai yang sering terjadi menjelang hari raya menimbulkan pertanyaan besar: Apakah ini benar-benar disebabkan oleh cuaca ataukah hanya permainan pasar?
Masyarakat, seperti Nur Kholis, berharap pemerintah tidak hanya mengeluarkan pernyataan, tetapi juga mengambil langkah konkret untuk menstabilkan harga dan melindungi daya beli masyarakat kecil.
Penyebaran pasokan pangan yang merata dan peningkatan koordinasi logistik diharapkan dapat menurunkan fluktuasi harga yang kerap membebani masyarakat setiap tahunnya.
Namun, tanpa adanya pengawasan yang tegas dan kebijakan yang benar-benar efektif, praktik manipulasi harga di pasar akan terus terjadi, sehingga konsumen tetap menjadi pihak yang dirugikan.