Pintasan.co, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan sikap tegas pemerintah dalam melindungi pasar domestik dari maraknya barang impor ilegal. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga daya saing pelaku usaha dalam negeri sekaligus mendorong target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% yang telah ditetapkan Presiden Prabowo.
Usai Thrifting, Operasi Berlanjut ke Baja dan Sepatu
Purbaya menyatakan tindakan pemerintah tidak hanya berhenti pada penertiban impor pakaian bekas atau balpres yang ramai diperbincangkan beberapa waktu terakhir. Ia menekankan bahwa seluruh barang ilegal yang merugikan industri nasional akan ditindak tegas.
“Saya jaga border kita dari barang-barang ilegal. Kemarin kan ribut-ribut thrifting. Saya enggak peduli thrifting-nya. Pokoknya baju bekas ilegal masuk kita tutup. Nanti baja, habis itu sepatu, habis itu yang lain-lain. Jadi kita jaga dari domestic market untuk teman-teman pengusaha.”, ungkap Purbaya, Selasa (2/12/25).
Pernyataan senada ia ulangi saat pembukaan Rapimnas Kadin 2025 yang disiarkan secara virtual sehari sebelumnya.
“Kalau kemarin kan ribut-ribut thrifting, gue enggak peduli thrifting-nya, pokoknya baju bekas ilegal masuk, kita tutup. Nanti habis itu baja, habis itu sepatu, habis itu yang lain-lain,” ujarnya, Senin (1/12/2025).
Langkah ini disebutnya sebagai bentuk perlindungan terhadap pasar domestik agar tidak dikuasai produk asing yang masuk secara ilegal.
Fokus Jaga Pasar Domestik di Tengah Ketidakpastian Global
Purbaya menekankan bahwa kekuatan ekonomi Indonesia saat ini bertumpu pada demand domestik, yang disebutnya menyumbang hingga 90% perekonomian nasional. Karena itu, pemerintah terus menjaga kestabilan ekonomi internal agar tekanan global tidak berdampak signifikan.
“Kita enggak usah takut dengan global uncertainty. Kenapa? Tiap tahun selalu ada global uncertainty, enggak bisa kita kendalikan, ngapain kita pusing-pusing? kita fokus dengan domestik demand yang menyumbang ke ekonomi sekitar 90 persen. Kalau saya jaga domestik demand maka ekonomi kita enggak akan kenapa-napa walaupun ekonomi global hancur,” papar Purbaya.
Belajar dari Krisis Global 2008–2009
Bendahara Negara tersebut menyinggung pengalaman Indonesia menghadapi krisis global 2008–2009. Saat negara-negara maju dan Asia mengalami kontraksi ekonomi, Indonesia justru berhasil mencatat pertumbuhan positif sebesar 4,6%, bersama China dan India.
“Karena kita perhatikan domestik demand. Caranya apa? Kalau 1997-1998 bunga naik, 2008-2009 bunga diturunkan, 97-98 IMF kebijakannya kencangkan ikat pinggang, sekarang kita, waktu itu ya, ekspansi fiskal. Jadi selama kita jaga domestic demand, ekonomi kita bagus. tapi kalau domestik demand dikuasai asing buat apa?” tegasnya.
Dengan langkah tegas memberantas barang impor ilegal dan memperkuat pasar domestik, pemerintah menegaskan komitmennya menjaga ketahanan ekonomi Indonesia di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian.
