Pintasan.co, JakartaMenteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar telah meminta dukungan dari Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ikut serta dalam pengawasan penyelenggaraan ibadah haji

Nasaruddin berharap bahwa kehadiran kedua institusi tersebut dapat memperkuat transparansi dan membersihkan praktik korupsi dalam penyelenggaraan haji. 

Menurutnya, langkah ini adalah upaya serius untuk memastikan tidak ada ruang bagi penyalahgunaan wewenang di Kementerian Agama, terutama pada proses yang melibatkan dana publik dalam jumlah besar.

“Kami sudah berbicara tadi dengan Pak Jaksa Agung tadi, minta pendampingan, dan dalam waktu dekat kami mencari schedule untuk juga berbicara dengan KPK, supaya masalah haji ini mohon didampingi,” kata Nasaruddin dalam acara Mudzakarah Perhajian di Bandung, Jawa Barat, yang disiarkan melalui kanal YouTube Kementerian Agama pada Jumat, 8 November 2024. 

Pernyataan ini menunjukkan komitmennya dalam mengupayakan transparansi penuh agar segala bentuk praktik korupsi dapat diberantas.

Nasaruddin menegaskan bahwa ia tidak ingin mendengar ada penyimpangan sekecil apapun dalam internal Kementerian Agama maupun dalam proses pelayanan haji, baik di dalam negeri maupun selama pelaksanaan di Arab Saudi. 

“Karena itu saya selaku Menteri Agama mengingatkan kepada seluruh aparat Kementerian Agama terutama, hari ini kita akan membersihkan secara total Kementerian Agama,” ujarnya. 

Pernyataan ini mencerminkan langkah yang proaktif untuk menjamin penyelenggaraan haji bebas dari praktik lancung.

Selain itu, Nasaruddin menyebutkan bahwa kesuksesan dan kelancaran haji bergantung pada kualitas pelayanan kepada umat, sembari memastikan bahwa tidak ada penyelewengan yang merugikan negara. 

Di sisi lain, ia juga mendukung janji Presiden Prabowo Subianto yang mengusung agenda besar dalam pemberantasan korupsi di sektor pemerintahan. 

“Beliau akan tertibkan dan bersihkan sesuatu yang merusak tradisi luhur Bangsa Indonesia,” kata Nasaruddin, menyambut baik misi Prabowo dalam reformasi politik, hukum, dan birokrasi yang memasukkan pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama.

Kasus korupsi penyelenggaraan haji

Pada 10 Agustus 2024 menyoroti bahwa isu korupsi sempat mencuat dalam penyelenggaraan haji tahun 2024, dengan Menteri Agama kala itu, Yaqut Cholil Qoumas, dilaporkan ke KPK terkait dugaan pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus sebesar 50 persen. 

Baca Juga :  Menteri Agama Ajak UPQ Cetak Kitab Suci Semua Agama

Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, sebelumnya mempersilakan masyarakat untuk melapor jika memiliki bukti adanya korupsi dalam pengalokasian kuota tersebut. 

“Monggo dibuktikan saja, kira-kira ada korupsi di bagian apa,” katanya.

Pengamat haji dan umrah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, juga memberikan pandangan mengenai potensi korupsi dalam penyelenggaraan haji. 

Menurutnya, risiko penyimpangan paling sering terjadi pada aspek pengadaan jasa dan layanan, seperti katering, tenda, dan akomodasi. 

“Penetapan harga yang tidak wajar dan penggunaan anggaran yang tidak transparan bisa menjadi indikasi,” ucapnya, merujuk pada potensi kolusi atau manipulasi harga dalam kontrak-kontrak tersebut. 

Ia juga menekankan bahwa jumlah kuota haji yang besar tentunya meningkatkan biaya operasional selama masa haji di Arab Saudi, yang juga berisiko jika pengelolaannya tidak diawasi dengan baik. 

“Jika tidak ada pengawasan, ini berpotensi menimbulkan penyimpangan,” tambahnya.

Dengan permintaan pendampingan dari Kejaksaan Agung dan KPK, Menteri Agama Nasaruddin Umar menunjukkan komitmen untuk menciptakan penyelenggaraan haji yang bersih, transparan, dan akuntabel, sekaligus menjawab tantangan masa lalu yang pernah menggoyang kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan haji.